Ainun, Teman Habibie Semasa SMP (Bagian 3)
LINTASTERKINI.COM — Presiden RI ke-3, Prof Bachruddin Jusuf Habibie, yang juga dikenal sebagai Bapak Teknologi dan Demokrasi ini dikebumikan di TMP Kalibata dalam suatu upacara kemiliteran dipimpin Presiden Joko Widodo. Diketahui, BJ Habibie meninggal pada Rabu, 11 September 2019 pukul 18.05 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Pernikahan
Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.
Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. BJ Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung.
Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger.
Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Pendidikan
BJ Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago. Habibie kemudian belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954.
Prof Dr Ing BJ Habibie dianugerahi gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa (DR HC) oleh Universitas Indonesia (UI).
Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan BJ Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan “Visi Indonesia”.
Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam “Visi Indonesia” bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.
Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.
Puncak karier Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
[NEXT]
Riwayat Pekerjaan
Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad)
Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Ketua Dewan Pembina Industri Strategis (BPIS)
Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS)
Ketua Dewan Riset Nasional (1999)
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Anggota Dewan Komisaris Pertamina
Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan Rheinsich Westfaelische Technische
Hochshule, Aachen, Jerman Barat (1960-1965)
Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur, Hamburg, Jerman Barat (1966-1969)
Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman Barat (1969-1973)
Wakil Presiden/Direktur Teknologi Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB), Hamburg, Jerman Barat (1974-1978)
Penasihat Direktur Utama (Dirut) Pertamina (1974-1978)
Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Bandung (1976)
Direktur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), Surabaya (1978)
Profesor Kehormatan/Guru Besar dalam bidang Konstruksi Pesawat Terbang Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung (1997)
Riwayat Karier Pemerintahan
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V (1983-1988)
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI (1988-1993)
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VII (1993-1998)
Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35
Wakil Presiden RI ke-7 (1998-1998)
Presiden RI ke-3 (1998-1999)
[NEXT]
Masa Kepresidenan
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia.
Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan:
1. UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat,
2. Perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan BJ Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional.
Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya”.
Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR”. (*)