JAKARTA — Suasana di Tamansari kembali bergolak. Warga yang selama puluhan tahun hidup tenang mendadak dihantui ketakutan setelah lahan garapan mereka diserobot, tanaman dirusak, hingga rumah milik tetangga mereka dibakar oleh kelompok preman. Ketika laporan mereka tak digubris aparat, warga merasa benar-benar ditinggalkan negara. Akhirnya, mereka nekat mengadu langsung kepada Anggota Komisi III DPR RI, Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang, di Jakarta.
“Kalau negara tidak hadir, lalu siapa yang akan melindungi kami?” ujar Tiaci, mantan RW 07 Desa Tamansari periode 2013–2019, mengadukan hal ini bersama sejumlah warga lainnya.
Perusahaan Properti yang Tak Pernah Mengelola Lahan, Kini Datang Menyerobot
Warga menuturkan bahwa konflik bermula dari langkah agresif PT Prima Mustika Candra (PMC), perusahaan properti berbasis di Bogor yang selama puluhan tahun membiarkan lahan itu kosong. Namun perusahaan tiba-tiba muncul membawa fotokopi HGB yang sudah berpindah tangan, lalu bertindak seolah memiliki hak penuh, dibarengi dengan kehadiran kelompok preman dan dugaan bekingan oknum aparat.
Baca Juga :
- Di RDP Komisi III DPR RI Frederik Kalalembang Beberkan Vonis Janggal Kasus Korupsi di Toraja, Soroti Dugaan Kriminalisasi Hukum
- Frederik Kalalembang di RDP Komisi III: Yang Perlu Direformasi di Polri Adalah Komunikasi
- Fit and Proper Test Calon Anggota KY Dimulai, Frederik Kalalembang Tekankan Terobosan dan Profesionalisme
Tiaci menjelaskan, ketegangan memuncak pada 6 November 2025 ketika kelompok preman yang dipimpin Mulyadi dan anaknya, diduga disuruh oleh PT PMC di bawah kendali pimpinannya yakni Entong Kukuh, menyerang warga dan melakukan pembakaran rumah. Lahan yang menjadi objek sengketa ini telah lama dibiarkan kosong tanpa ada aktivitas apa pun, hingga PT PMC mencoba membeli bagian-bagian tanah dari warga sejak tahun 2020. Upaya penguasaan itu tak pernah berhasil sepenuhnya.
Alat Berat Rusak Tanaman Warga
Situasi berubah brutal ketika alat berat milik pihak yang mengatasnamakan PT PMC tiba-tiba masuk mendoser kebun warga tanpa izin dari kepala desa maupun pemberitahuan apa pun. Tanaman alpukat dan kebun yang dirawat puluhan tahun diratakan begitu saja. Ketika warga dan satpam kebun mengingatkan agar pendoseran tidak mengenai instalasi listrik, mereka justru dikejar dan dikeroyok oleh anggota ormas BPPKB yang berada di lokasi.
Seorang satuan pengamanan dilarikan ke rumah sakit akibat penganiayaan itu, tetapi laporan masyarakat sama sekali tidak digubris aparat. Sebaliknya, laporan PT PMC mengenai dugaan penganiayaan oleh warga diproses dengan cepat. Kejadian ini memperkuat dugaan bahwa ada keberpihakan aparat terhadap pemodal dan wargalah yang selalu menjadi korban.

Salah satu rumah warga Tamansari yang dirusak oleh sekelompok orang, membuat kaca pecah
Belum selesai luka akibat pengeroyokan itu, malam harinya kelompok yang sama datang dengan jumlah lebih besar. Mereka merusak pos penjagaan lalu membakar dua rumah warga hingga rata dengan tanah. Warga panik dan melarikan diri sambil menyelamatkan nyawa masing-masing.
Kekejaman itu terjadi begitu cepat, dan warga meyakini tindakan brutal tersebut berkaitan dengan rencana PT PMC untuk memperpanjang masa berlaku HGB yang akan habis pada 2027 atau tinggal dua tahun lagi. Sehingga lahan seolah telah dikerjakan selama puluhan tahun, padahal lahan itu tidak pernah tersentuh dan dibiarkan telantar, bahkan digadaikan ke bank. Pertanyaan kemudian, apakah HGB yang selama ini tidak diurus bisa dikreditkan ke Bank? Kini perusahaan itu bergerak agresif hanya dengan mengandalkan dokumen HGB dan dukungan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
Segel DLH Diterobos, Pelanggaran Makin Terang Benderang
Untuk diketahui, lahan yang berada di Tamansari itu sebenarnya telah disegel oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat setelah dilakukan evaluasi oleh Pemprov Jabar yang menilai aktivitas PT PMC merusak lingkungan, mengganggu kontur tanah, dan memicu banjir. Namun segel resmi pemerintah itu diterobos tanpa rasa takut. Alat berat kembali masuk seolah hukum hanyalah hiasan.
Tiaci, sebagai mantan RW yang memahami betul riwayat wilayah tersebut, mengecam keras tindakan itu. “Segel DLH adalah perintah negara. Jika diterobos, itu berarti mereka menantang hukum. Warga sangat terusik dan kami minta PT PMC angkat kaki,” tegasnya.
Sementara itu Gumilar, mantan Kepala Desa Tamansari periode 2013–2019, juga meminta polisi bersikap profesional. Pasalnya, aparat kepolisian diduga berat sebelah terhadap laporan dari masarakat. “Kami ingin kepolisian netral. Jangan ada keberpihakan, apalagi di tengah situasi yang sudah panas,” ujarnya.
Meski telah ditegur KLHK, disegel DLH Jabar, dan dipasang police line oleh Polda Jabar, aktivitas PT PMC tetap berjalan tanpa hambatan. Warga menduga ada “tangan tak terlihat” yang membuat hukum tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah.

Rumah warga ludes dibakar oleh sekelompok ormas akibat mempertahankan tanahnya
Frederik Kalalembang: “Polri Harus Hadir untuk Rakyat, Bukan untuk Pemodal”
Menerima aduan warga, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang langsung mengambil langkah cepat. Ia langsung menelpon Kapolres Bogor dan meminta penanganan serius tehadap keluhan warga dan juga dugaan tindak kriminal yang ada di Tamansari.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Saya minta Polres Bogor bersikap profesional, netral, dan tidak memihak siapa pun. Kalau ada oknum yang bermain, saya minta dibersihkan. Jangan biarkan institusi Polri dicemarkan oleh segelintir orang,” tegas Frederik, Sabtu (15/11/2025).
Frederik juga meminta kepolisian mengusut seluruh kejadian, mulai dari pengeroyokan, pendoseran liar, pembakaran rumah, hingga dugaan penerobosan segel DLH.
“Hukum harus berjalan. Tidak boleh ada lagi laporan warga yang diabaikan. Saya minta semuanya diproses transparan. Warga Tamansari berhak mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Frederik mengajak warga menahan diri dan tidak terpancing provokasi. “Saya memahami kemarahan warga, tetapi percayakan proses ini pada jalur hukum. Saya akan awasi dan pastikan persoalan ini ditangani sampai tuntas,” katanya.
Frederik menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dari preman. Lebih buruk lagi kalau negara justru terlihat melindungi premanisme. Itu tidak boleh terjadi.
Warga Tamansari kini hanya menginginkan kepastian. Yakni bahwa hukum masih milik rakyat kecil, bahwa aparat masih bisa dipercaya, dan bahwa premanisme tidak akan diberi ruang untuk menang.
“Negara tidak boleh kalah oleh preman. Presiden Prabowo Subianto, bahkan pernah menyatakan keresahannya yang mendalam terhadap maraknya aksi premanisme, khususnya yang berkedok organisasi masyarakat (ormas), karena dinilai akan mengganggu iklim investasi dan ketertiban umum, sehingga harus ditertibkan,” ujar Frederik.
Bahkan, Frederik juga mengutip bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah menegaskan bahwa negara tidak akan kalah dengan aksi premanisme dan menekankan kepada jajaran Polri untuk tidak membiarkan preman meresahkan masyarakat
Kasus Tamansari menjadi pengingat bahwa keadilan bukan hanya soal aturan, tetapi soal keberanian negara untuk membela rakyatnya. Dan hari ini, warga menunggu, apakah negara benar-benar hadir, atau hanya berdiri sebagai penonton di tengah penderitaan mereka. (*)


Komentar