CIBUBUR — Di sela aktivitas bermain padel bersama putra bungsunya, Ipda Pol Efraim Kalalembang, di Mingle Padel Club Cibubur, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025) siang, Irjen Pol (P) Drs. Frederik Kalalembang menyampaikan pandangan yang lebih dalam tentang masa depan pariwisata Toraja. Frederik yang dikenal dengan slogan JFK ini mengatakan Toraja tidak hanya membutuhkan pembangunan, tetapi penataan yang sungguh-sungguh, fokus, dan berakar pada kualitas.
Frederik menjelaskan, kembali ke era tahun 90-an, Toraja telah berdiri sebagai salah satu ikon pariwisata Indonesia, masuk dalam 10 besar destinasi terbaik dan berada di urutan kedua setelah Bali. Reputasi yang terbangun puluhan tahun itu tidak lahir begitu saja, melainkan dari warisan budaya, alam, dan sejarah yang tak tergantikan. Namun, menurut Frederik, kejayaan hanya akan bertahan bila dibarengi keseriusan dalam merawatnya. “Toraja punya nama besar. Yang kita butuhkan adalah memastikan keindahan itu ditopang oleh ketertiban dan kualitas,” tuturnya.
Frederik menekankan bahwa arah pembangunan berada di tangan Bupati. Ia mendorong agar perencanaan dilakukan dengan hati-hati, tidak mengejar jumlah, tetapi kualitas. Bila kemampuan APBD hanya mampu menyempurnakan lima objek wisata, maka lima itulah yang harus diperlakukan sebagai wajah Toraja. Sarana, prasarana, kebersihan, keamanan, hingga sistem pengelolaan harus rapi dan terukur. “Wisata bukan soal banyaknya tempat, tetapi pengalaman yang diberikan,” katanya.
Baca Juga :
- Di RDP Komisi III DPR RI Frederik Kalalembang Beberkan Vonis Janggal Kasus Korupsi di Toraja, Soroti Dugaan Kriminalisasi Hukum
- Frederik Kalalembang di RDP Komisi III: Yang Perlu Direformasi di Polri Adalah Komunikasi
- Fit and Proper Test Calon Anggota KY Dimulai, Frederik Kalalembang Tekankan Terobosan dan Profesionalisme
Menurutnya, selama ini kelemahan utama pembangunan pariwisata adalah kecenderungan untuk membangun tanpa fokus. Banyak objek lahir, tetapi tidak tumbuh. Maksudnya objek tersebut ada, tetapi tidak siap menerima tamu. Wisatawan datang membawa harapan, namun pulang dengan kesan yang tak seharusnya terjadi, sebagai contoh keindahan alam yang disandingkan dengan lingkungan yang belum tertata. “Keindahan Toraja harus hadir dalam suasana yang bersih dan aman, bukan sekadar panorama,” ujarnya.

Objek wisata Patung Yesus Memberkati yang terletak di Bukit Buntu Burake, Makale, Tana Toraja
Frederik memahami bahwa anggaran daerah tidak dapat seluruhnya diserap untuk pariwisata. Namun, justru karena terbatas, fokus menjadi kunci. Lebih baik sedikit tetapi sempurna, daripada banyak tetapi tak terurus. Dan Toraja punya kekuatan tambahan, yakni tongkonan yang merupakan warisan budaya yang tumbuh dari tangan masyarakat sendiri.
Banyak tongkonan yang representatif dan layak menjadi destinasi. Tugas pemerintah adalah melakukan kurasi, memberi standar, lalu membiarkan masyarakat dan travel agent mempromosikan dengan bangga. Dengan begitu, peta wisata Toraja tidak berhenti pada lima titik, melainkan tumbuh melalui kekuatan budaya yang hidup.

Panorama objek wisata tongkonan di Kete Kesu Toraja Utara, memperlihatkan rumah adat khas suku Toraja dengan arsitektur unik seperti perahu dan ukiran yang kaya
Dalam menjaga atmosfer wisata, keamanan adalah syarat mutlak. Frederik berencana berkoordinasi dengan Bupati dan Kapolres pada Desember mendatang guna mewujudkan hal ini. Baginya, kota wisata harus bebas dari rasa cemas. “Wisata tidak akan berkembang di tempat yang ragu dengan keamanannya,” ucapnya. Kebersihan dan ketertiban bukan hanya tuntutan, tetapi janji yang harus ditepati kepada wisatawan.
Ia turut menekankan bahwa pengembangan pariwisata bukan hanya tugas pemerintah. Semua stakeholder harus hadir. Bupati sebagai pengarah utama, masyarakat sebagai penjaga lingkungan, pelaku usaha sebagai penyedia kenyamanan. Frederik berharap pada 2026, Toraja telah memasuki fase baru, bukan sekadar melanjutkan program lama, tetapi menata kembali fondasinya dengan fokus yang jelas.
Hotel, kafe, rumah makan, hingga tempat perbelanjaan harus siap menjadi bagian dari kesan pertama wisatawan. Bersih, aman, dan tertata adalah standar minimal. Ia juga menegaskan perlunya penataan kota yang lebih serius, tanpa warung remang-remang, tanpa ruang bagi transaksi narkoba, tanpa hal-hal yang bisa merusak citra Toraja sebagai kota budaya yang bermartabat.
Frederik kembali mengingatkan Toraja memiliki semua yang dibutuhkan untuk kembali bersinar. Yakni alam, budaya, dan sejarah. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kesungguhan untuk merawatnya.
“Jika kita fokus, dan kita bekerja bersama, Toraja bukan hanya menjadi tujuan wisata, tetapi rumah indah yang dikagumi setiap orang yang datang. Kita optimis kejayaan Toraja sebagai destinasi unggulan bisa kembali terwujud,” terang anggota Komisi 3 DPR RI Fraksi Partai Demokrat Ini. (*)


Komentar