Logo Lintasterkini

Melewatkan I’tikaf Adalah Sebuah Kerugian Besar

Muh Syukri
Muh Syukri

Jumat, 16 Juni 2017 14:43

Melewatkan I’tikaf Adalah Sebuah Kerugian Besar
SEPULUH hari terakhir bulan Ramadhan merupakan waktu yang penuh dengan kebaikan, keutamaan, dan pahala yang melimpah ruah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Semasa hidup, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu bersungguh-sungguh menghidupkan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Amalan utama pada sepuluh hari terakhir adalah i’tikaf atau sering disebut dengan itikaf, i’tikaf, iqtikaf, i’tiqaf, itiqaf. I’tikaf berasal dari bahasa Arab akafa, yang memiliki arti menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah dan bermuhasabah (introspeksi diri).
Orang yang sedang beri’tikaf disebut dengan mutakif. Selain ibadah mencari ridha Allah, i’tikaf bertujuan menggapai malam Lailatul Qadar, yakni sebuah malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan. Tempat i’tikaf yang dicontohkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah di masjid, bukan di rumah.
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Bulughul Marom pada hadits nomor 699 tentang i’tikaf dijelaskan sebagai berikut;
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat (Mutafaqqun ‘Alaihi | HR. Bukhari No. 2026 | Muslim No. 1172).
Orang yang beritikaf harus memenuhi syarat-syarat antara lain;
a. Islam
b. Niat karena Allah
c. Baligh atau berakal
d. Suci dari hadas (junub), haid, dan nifas
e. Dilakukan di dalam masjid
[NEXT]
Oleh karena itu, i’tikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang belum dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam keadaan junub, wanita dalam masa haid dan nifas. Sebaiknya, jika memiliki anak-anak, supaya menjaga ketenangan supaya tidak mengganggu jemaah lainnya yang sedang ibadah dan i’tikaf.
Rukun-rukun i’tikaf;
a. Niat dan ikhlas karena Allah semata
b. Berdiam di masjid (QS. Al Baqarah 187)
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa” (QS. Al Baqarah 187).
Di sini ada dua pendapat ulama tentang masjid ebagai tempat i’tikaf. Sebahagian ulama membolehkan i’tikaf di setiap masjid yang digunakan untuk salat berjamaah lima waktu. Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga pelaksanaan salat jamaah setiap waktu. Ulama lain menyaratkan i’tikaf dilaksanakan di masjid jami’.
Alasannya, supaya mereka yang beri’tikaf tidak perlu lagi meninggalkan tempat i’tikafnya dan mencari masjid lain untuk salat Jumat. Lebih utama jika beri’tikaf di tiga masjid; Masjidil Al Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al Aqsha. Namun jika belum bisa, maka beri’tikaf  di masjid-masjid yang biasa diselenggarakan salat Jumat.
Hal-hal yang Diperbolehkan Bagi Orang yang Beri’tikaf (Mutakif)
a. Keluar dari tempat i’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah terhadap istrinya Sofiyah RA (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan
c. Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya
d. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid
e. Menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama
Hal-hal yang Membatalkan I’tikaf
a. Memutuskan niat (sengaja meninggalkan i’tikaf)
b. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan mendesak
c. Murtad atau keluar dari agama Islam
d. Hilangnya akal karena gila atau mabuk
e. Wanita sedang haid atau nifas
f. Bersetubuh dengan istri, namun jika hanya memegang istrinya tanpa syahwat tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan nabi kepada istri-istrinya
[NEXT]
Sebagian besar umat Islam saat ini yang bekerja dari pagi sampai sore tentu mengalami kendala jika harus berdiam diri selama sepuluh hari terakhir. Oleh karena itu, batasan minimal waktu i’tikaf itu sebenarnya berapa jam? Mengenai waktu minimal disebut i’tikaf terdapat empat pendapat di antara para ulama, antara lain;
1. Yang dianut oleh jumhur (mayoritas) ulama hanya disyaratkan berdiam di masjid. Jadi telah dikatakan beri’tikaf jika berdiam di masjid dalam waktu yang lama atau sebentar walau hanya beberapa saat atau sekejap (lahzhoh). Imam Al Haromain dan ulama lainnya berkata: “Tidak cukup sekedar tenang seperti dalam ruku’ dan sujud atau semacamnya, tetapi harus lebih dari itu sehingga bisa disebut i’tikaf”.
2. Sebagaimana diceritakan oleh Imam Al Haromain dan selainnya bahwa i’tikaf cukup dengan hadir dan sekedar lewat tanpa berdiam (dalam waktu yang lama). Mereka analogikan dengan hadir dan sekedar lewat saat wukuf di Arofah. Imam Al Haromain berkata: “Menurut pendapat ini, jika seseorang beri’tikaf dengan sekedar melewati suatu tempat seperti ia masuk di satu pintu dan keluar dari pintu yang lain, ketika itu ia sudah berniat beri’tikaf, maka sudah disebut i’tikaf. Oleh karenanya, jika seseorang berniat i’tikaf mutlak untuk nadzar, maka ia dianggap telah beri’tikaf dengan sekedar lewat di dalam masjid”.
3. Diceritakan oleh Ash Shoidalani dan Imam Al Haromain, juga selainnya bahwa i’tikaf dianggap sah jika telah berdiam selama satu hari atau mendekati waktu itu.
4. Diceritakan oleh Al Mutawalli dan selainnya yaitu disyaratkan i’tikaf lebih dari separuh hari atau lebih dari separuh malam. Karena kebiasaan mesti dibedakan dengan ibadah. Jika seseorang duduk beberapa saat untuk menunggu salat atau mendengarkan khutbah atau selain itu tidaklah disebut i’tikaf, haruslah ada syarat berdiam lebih dari itu sehingga ada perbedaan antara ibadah dan kebiasaan (adat). Demikian disebutkan dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 6: 513.
Pendapat Mayoritas Ulama
Sebagaimana dikemukakan di atas, jumhur (mayoritas) ulama berpendapat minimal waktu i’tikaf adalah lahzhoh, yaitu hanya berdiam di masjid beberapa saat. Demikian pendapat dalam madzhab Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan Ahmad. Imam Nawawi berkata: “Waktu minimal i’tikaf sebagaimana dipilih oleh jumhur ulama cukup disyaratkan berdiam sesaat di masjid. Berdiam di sini boleh jadi waktu yang lama dan boleh jadi singkat hingga beberapa saat atau hanya sekejap hadir”.
Alasan Mayoritas Ulama
1. I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam). Berdiam di sini bisa jadi dalam waktu lama maupun singkat. Dalam syariat tidak ada ketetapan khusus yang membatasi waktu minimal i’tikaf. Ibnu Hazm Rahimahullah berkata: I’tikaf dalam bahasa Arab berarti iqomah (berdiam). Setiap yang disebut berdiam di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, maka dinamakan i’tikaf, baik dilakukan dalam waktu singkat atau lama. Karena tidak ada dalil dari Alquran maupun hadis yang membatasi waktu minimalnya dengan bilangan tertentu atau menetapkannya dengan waktu tertentu
2. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ya’la bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia berkata:
إني لأمكث في المسجد الساعة ، وما أمكث إلا لأعتكف
“Aku pernah berdiam di masjid beberapa saat. Aku tidaklah berdiam selain berniat beri’tikaf”. Demikian menjadi dalil Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 5:179. Al Hafizh Ibnu Hajr juga menyebutkannya dalam Fathul Bari lantas beliau mendiamkannya.
3. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah187). Ibnu Hazm berkata: “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa” (Lihat Al Muhalla 5: 180).
Al Mardawi Rahimahullah mengatakan: “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid walaupun hanya sesaat” (Al Inshof 6: 17).
Beda I’tikaf dengan Nadzar
Beda halnya jika i’tikafnya adalah i’tikaf nadzar (persembahan) maka harus ditunaikan sesuai dengan hari yang ditentukan. Misalnya, jika ia bernadzar i’tikaf selama tiga hari tiga malam, maka ia harus menjalaninya tanpa keluar-keluar dari masjid ketika itu. Contoh perbuatan ‘Umar bin Khattab yang bernadzar untuk i’tikaf semalam.
‘Umar berkata pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam;
كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، قَالَ  فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ
“Aku dahulu pernah bernadzar di masa jahiliyah untuk beri’tikaf selama satu malam di Masjidil Haram. Beliau (Nabi Muhammad) bersabda: “Tunaikanlah nadzarmu” (HR. Bukhari No. 2032 | Muslim No. 1656).
Ibnu Hazm berkata: “Dalil ini adalah umum yaitu perintah untuk menunaikan nadzar berupa i’tikaf. Dan dalil tersebut tidak khusus menerangkan jangka waktu i’tikaf (pada Ramadhan). Sehingga kelirulah yang menyelisihi pendapat kami ini” (Al Muhalla 5: 180).
[NEXT]
Dengan demikian, beri’tikaf di akhir-akhir Ramadhan hanya pada malam hari saja karena pagi harinya harus bekerja dibolehkan. Sebab syarat i’tikaf hanya berdiam walau sekejap, terserah di malam atau di siang hari. Tidak ada kekhususan harus penuh selama 24 jam berada di dalam masjid.
Misalnya sehabis salat tarawih, seseorang berniat i’tikaf (diam) di masjid dengan niatan i’tikaf dan kembali pulang ke rumah ketika waktu makan sahur maka hal itu diperbolehkan. Walau demikian, sebagai motivasi, jika tidak ada keperluan lain atau alasan mendesak, sebaiknya waktu kita digunakan untuk beribadah karena Allah.
Sebuah ilustrasi, jika kita pernah menunaikan umrah atau haji, maka teramat sayang jika kita melewatkan waktu hanya untuk tidur di hotel atau belanja di pasar-pasar. Pastinya kita akan berlama-lama beribadah di Raudhah Masjid Nabawi atau di depan Ka’bah Masjidil Haram dan kita akan lebih kerasan ibadah di dua tempat itu.
Begitu juga ketika kita berada di tanah air, kita harus bersemangat. Bisa jadi Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terakhir bagi kita. Sehingga tahun-tahun berikutnya kita tidak bisa berjumpa dengan Ramadhan. Mumpung masih diberikan nikmat sehat dan kemudahan-kemudahan, marilah kita ke masjid untuk menunaikan i’tikaf. Wallahu A’lam Bish Shawab. (*)

 Komentar

 Terbaru

News09 Juli 2025 20:35
TNI Hormati Keputusan Pemerintah Tunjuk Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramadhani sebagai Dirut Perum Bulog
JAKARTA – Tentara Nasional Indonesia (TNI) menghormati dan mendukung penuh keputusan pemerintah yang menunjuk Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramadhani s...
News09 Juli 2025 18:25
Mercure Makassar-DLH Makassar Sosialisasi Pengolahan Sampah Basah Menjadi Eco Enzym dan Maggot
MAKASSAR – Sebagai bagian dari komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, Mercure Makassar Nexa Pettarani menggelar kegiatan edukatif bertajuk ...
Ekonomi & Bisnis09 Juli 2025 18:14
Indosat Business Luncurkan Vision AI, Solusi Pengawasan Cerdas Berbasis AI untuk Efisiensi dan Keamanan Bisnis
JAKARTA – Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) melalui Indosat Business , memperkenalkan Vision AI , sebuah solusi pengawasan berbasis k...
Ekonomi & Bisnis09 Juli 2025 18:09
Kalla Toyota Hadirkan Auto Show 2025, Pameran Otomotif Terbesar di Sulawesi 
MAKASSAR – Memasuki pertengahan tahun, Kalla Toyota hadir membuat pameran otomotif terbesar di Sulawesi dengan penawaran spesial dan berbagai ak...