Honor Pelaku Ekraf Belum Dibayarkan Selama 9 Bulan

MAKASSAR – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dinilai telah mematikan kreatifitas pelaku ekonomi kreatif lokal yang selama ini mendukung produksi dan pengembangan promosi digital di 24 kabupaten/kota di Sulsel.
Hal ini terkait alokasi anggaran yang dialokasikan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulsel untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional di sektor industri pariwisata dan ekonomi kreatif Sulsel belum juga dicairkan sudah 9 bulan. Sebab administrasi yang belum di diselesaikan pimpinan dinas Kebudayaan dan kepariwisataan sulsel.
Hal ini seperti dikeluhkan para pelaku ekonomi kreatif salah satunya Arfah Aksa yang juga Ketua Gabungan Admin Sulawesi Selatan (GASS). Ia menyesalkan lemahnya dukungan Pemerintah Provinsi Sulsel dalam membuka ruang kreatifitas pelaku ekonomi kreatif seperti design grafis, konten kreator, produser film, komposer lagu dan pengelola admin-admin sosial media.
“Kolaborasi saat ini sangat penting guna mempercepat pemulihan ekonomi, tapi saya lihat ini menjadi hal yang terlupakan padahal industri kreatif ini sebenarnya adalah tulang punggung ekonomi, kok malah kurang diberi ruang” keluhnya.
Kegiatan para pelaku ekonomi kreatif ini, lanjut Arfah telah diakomodir dalam program kerja Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulawesi Selatan yang selama ini menjadi lokomotif ruang berekspresi dan berkarya pelaku ekonomi kreatif daerah.
“Kami lihat perhatian Dinas Pariwisata Sulsel minim. Buktinya anggaran kegiatan badan promosi daerah sampai sekarang belum diakomodir. Ruang berkarya kami betul-betul telah di matikan,” keluhnya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah meminta sejumlah provinsi memberikan ruang berekspresi bagi pelaku ekraf, dia menyayangkan perhatian Pemerintah Provinsi Sulsel justru menutup ruang yang bisa menggerakkan pelaku jasa lokal.
“Kalau ruang berekpresi kami betul-betul tertutup. Ini bukan pemulihan ekonomi lagi. Tapi pembunuhan ruang kreatifitas kami,” tegasnya.
Selain keluhan perwakilan dari unsur komunitas khususnya pelaku ekraf Sulsel, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) juga telah mengkritik kebijakan refocusing anggaran Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan yang akan menghapus belanja media.
“Kami kecewa dengan Pemprov Sulsel yang tak lagi memandang industri media sebagai hal penting. Belanja media masih dianggap sebelah mata. Ini yang keliru,” kata Ketua AMSI Sulsel Herwin, beberapa waktu yang lalu.
Herwin yang telah mengantongi sertifikasi profesi dari Dewan Pers ini menyesalkan kecilnya perhatian pemerintah provinsi terhadap keberlangsungan bisnis industri media lokal di Sulsel.
“Saya juga heran. Pemprov Sulsel yang seharusnya menjadi pilar terdepan mendorong Pemulihan EkonomI Nasional (PEN). Justru mengorbankan pelaku industri hanya untuk kepentingan program yang tidak jelas,” sesalnya.
Dia berharap pimpinan di lingkungan pemerintah provinsi tidak hanya memperhatikan pelaku industri skala besar saja.
“Industri media itu salah satu penggerak UMKM di Sulsel. Pemprov harus sadar dengan kehadiran kami. Pencitraan daerah ada di sektor media. Bisnis kami jangan dimatikan,” kata dia. (*)