MAKASSAR – Upaya Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama organisasi kemasyarakatan (ormas) membangun persatuan dan kesatuan bangsa terus dilakukan. Peran komponen bangsa menjaga kedamaian dipandang strategis ditengah situasi global yang selalu dinamis.
Wakil Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Sulawesi Selatan Abri mengemukakan, kunci kedamaian di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah keteladanan dari para pemimpin.
“Nabi Muhammad telah memberikan ajaran bahwa pemimpin itu harus jujur, amanah, dan memegang teguh ajaran kitab suci, sehingga umat bisa hidup rukun dan damai. Kunci untuk merekatkan komponen bangsa adalah keteladanan,” ujarnya dalam silaturahim Panglima Kodam VII Wirabuana dengan pimpinan ormas Islam di Baruga Syekh Yusuf, Markas Kodam VII Wirabuana, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (16/11/2016).
Dalam silaturahim yang bertajuk “Peran Komponen Bangsa dalam Menghadapi Ancaman Global” tersebut, hadir Sekretaris LDII Sulawesi Selatan Asdar Mattiro, Wakil Ketua Suyitno Widodo, La Hatta, dan Wakil Sekretaris Ilmaddin Husain.
Perihal persatuan dan kesatuan bangsa, kata Abri, konsep Pancasila khususnya pada sila ketiga menjadi payung yang ideal. Persatuan dan persatuan dimulai dari keluarga dan pergaulan sehari-hari sehingga berimbas pada kehidupan bangsa.
Di tempat yang sama, Panglima Kodam VII Wirabuana Mayjen TNI Agus Surya Bakti mengajak Ormas Islam menjaga kekompakan.
“Saya senang berada di depan para ulama. Kita kompak dan damai. Semoga kita saling menghormati dan saling menjaga,” ujar Pangdam didampingi Kasdam VII Wirabuana Brigjen TNI Supartodi.
Adapun perbedaan suku, agama, dan ras adalah sebuah anugerah. Perbedaan tersebut, kata Pangdam, harus dihargai dan dicari persamaannya.
“Kebhinekaan adalah sebuah anugerah bagi Bangsa Indonesia. Kita berada dalam perahu yang sama yaitu perahu Indonesia. Perahu yang ingin mencapai kesejahteraan masyarakat,” kata jenderal bintang dua ini.
Pangdam mengingatkan kepada segenap komponen agar menjaga suasana kondusif. Disaat terjadi perbedaan pendapat, kata Mayjen Agus, jangan perlebar perbedaan tersebut.
“Kita boleh berbeda pendapat. Tetapi, Pancasila mengajarkan sila ke empat yaitu musyawarah. Itulah nilai-nilai kita,” ujarnya. (*)