JAKARTA, — Penangkapan tangan Kepala Kejaksaan Negeri  Praya, Lombok Tengah, Subri, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi  pertanda lemahnya pengawasan di dalam internal Kejaksaan Agung. Pimpinan kejaksaan diminta bekerja keras membuat kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatnya.
“Pimpinan kejaksaan harus bekerja keras lagi dalam membuat kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatnya,” kata mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Edwin Pamimpin Situmorang, melalui rilis yang diterima, Senin (16/12/2013).
Dia pun menilai, penangkapan tersebut sepatutnya menjadi pukulan berat bagi institusi kejaksaan. Pasalnya, beberapa tahun terakhir ini mereka telah bekerja keras memulihlan citranya di mata masyarakat.
“Mau ke mana penegakan hukum di negeri ini? Apalagi yang melakukan itu seorang jaksa yang menjabat sebagai kajari (kepala kejaksaan negeri),†ujarnya.
Edwin menilai, tugas kajari sebagai bagian gugus terdepan pengendalian perkara dan pengawasan jaksa-jaksa memang sangat berat. Oleh karena itu, profesionalitas dan integritas yang tangguh bagi penegak hukum sangat diperlukan.
Seperti diberitakan, KPK menangkap Subri dan seorang perempuan bernama Lusita di sebuah hotel di kawasan Lombok. Keduanya ditangkap setelah diduga bertransaksi suap dengan barang bukti dalam bentuk dollar AS dan rupiah yang jika ditotal nilainya sekitar Rp 213 juta.
KPK telah menetapkan keduanya sebagai tersangka suap terkait kepengurusan perkara pemalsuan sertifikat lahan di Lombok. Keduanya juga telah ditahan di rumah tahanan KPK. (kpc)