Lintas Terkini

Menggelitik, Ini Pesan Warga Maros Untuk Presiden Jokowi

Tulisan Imam Dzulkifli di Facebooknya

MAKASSAR  – Presiden Joko Widodo dijadwalkan melakukan kunjungan kerja di Sulsel pada Kamis (18/3/2021) besok.

Dalam agenda yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Sulsel, Jokowi rencananya akan meresmikan sejumlah proyek strategis di Sulsel.

Ada yang menarik disela rencana kedatangan orang nomor satu di Indonesia ini. Seorang warga Maros membuat tulisan yang menggelitik ditujukan ke Presiden Jokowi.

Tulisan yang cukup menggambarkan sebagian kondisi infrastruktur di Kabupaten Maros ini pun mendapat ragam komentar dari netizen. Pasalnya, gaya penulisannya yang ringan namun bisa menggambarkan kondisi yang dialami sebagian besar masyarakat.Tulisannya diupload ke FB miliknya Imam Dzulkifli.

Penasaran? Ini dia tulisan lengkapnya : 

Dear, Presiden Jokowi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pak.

Semoga penerbangan ke Sulsel, besok, lancar. Saya yakin di pesawat akan cukup banyak makanan dan minuman. Makanya saya tak mengkhawatirkan asam lambung atau masuk angin akan menyerang Bapak. Tetapi tolong tetap bawa jaket. 

Oh iya, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin itu ada di Maros, kabupaten tempat saya dan teman-teman tinggal dan ngopi setiap hari. Bukan di Makassar, tempat saya sesekali melintas kalau antar istri beli terigu. 

Saya lihat di jadwal Pak Presiden ada agenda kunjungan juga ke Kolam Regulasi Nipa-nipa. Itu juga di Maros. Berfotolah di situ, di dekat name board raksasa yang ada tulisan Lontara dan logo PU-nya. Sangat cocok untuk IG. 

Sayang sekali kemungkinan Bapak akan dibawa ke sana dengan rute darat dari bandara lewat Daya.

Andai melalui jalur Batangase, Bapak berpeluang membuat vlog dengan pengambilan gambar yang unik dari dalam mobil. Ponsel dan tangan Pak Presiden akan sedemikian getar seperti di kapal laut pada musim gelombang. Kepala atau minimal hidung mungkin bisa terantuk di kaca Mercedes-Benz.  

Kalau mau durasinya lebih lama, sopir kepresidenan bisa diminta mutar ke Maccopa atau yang agak jauh lagi di Barandasi. Di situ jalan nasional sudah sangat mirip sumur. Lubangnya bisa untuk beternak lele kalau kata kakak saya, Wawan Mattaliu, saat menyurati kepala balai jalan. Beberapa kawan pernah jatuh di situ, Pak. Dan tentu saja lututnya berdarah. 

Tetapi, ups… Ternyata saat surat ini diketik, pekerja sedang berjuang untuk membuat jalanan itu tampak mulus, Pak. Seperti proses tambal celana robek. 

Kami sih tidak kaget. Itu sudah sering dilakukan. Perjalanan kami ke tempat kerja atau rumah seringkali mulur karena harus berbagi lajur dengan para pekerja yang memegang sekop, serta sederetan alat yang diparkir. 

Pekerjaan yang tampak tak putus-putus sebab hitungan pekan (satu bulan terlalu lama) saja sudah harus diulang. Jalanan berlubang lagi sehingga banyak yang mulai curiga yang ditempelkan itu aspal atau kerikil yang disiram cat hitam. 

Saya sebenarnya berharap Bapak juga bisa mengunjungi Camba. Sebab selain bisa mencicipi lemang dan tuak manis di Pangia, Pak Presiden juga akan melewati jembatan layang yang sudah Bapak persembahkan untuk masyarakat. Kelokannya bagus, betonnya juga oke. 

Namun selepas itu, Pak Presiden bisa bete di jalur Cagar Alam Karaenta. Sebab sudah beberapa hari ini selalu saja macet di jalanan yang membelah hutan itu. 

Paspampres hingga vooridjer bakal kewalahan mengurai kemacetan karena penyebabnya bukan Si Komo, melainkan truk panjang dengan muatan ekstra yang sulit mendaki, lalu mogok. Dari arah berlawanan bakal muncul truk lainnya dan ukuran jalan tak sanggup mempertemukan. 

Pagi tadi terjadi lagi. Saya ikut terjebak, Pak. Ternyata kemacetannya sudah sejak dini hari. Lagi-lagi lantaran truk yang tidak sanggup melanjutkan perjalanan dan akhirnya menghambat perjalanan orang banyak. 

Anak saya sampai tidak bisa ikut ujian pukul delapan pagi di sekolahnya karena jam segitu kami masih di dalam mobil dengan mesin tak menyala. Saya kebelet pipis tetapi tidak mungkin melakukannya di balik pohon. Orang-orang akan tetap memperhatikan dan barangkali bakal menyalakan kamera handphone. 

Tentu saja jalur itu sudah membutuhkan jalan yang lebih lebar, Pak. Atau kalau memungkinkan jalan baru.

Namun jika biayanya terlalu besar dan Bu Sri Mulyani angkat tangan, cukup perintahkan saja Kementerian Perhubungan memperbaiki screening pada jembatan timbangnya di Maccopa, Pak. 

Bukan truk yang kami salahkan. Kami tahu semen, beras, hingga minyak goreng tidak diangkut dengan sepeda motor. Tetapi truk yang dibiarkan lewat walau muatannya sudah demikian berat dan di luar batas maksimal, tentu akan membuat banyak orang susah. 

Kami kadang mesti menempuh jarak 20 hingga 30 kilometer dalam waktu lima jam, Pak Presiden. Pekan lalu, kami yang seharusnya sudah tiba di rumah sebelum Isya, malah sampainya jelang pukul 23.00 dan terpaksa kehilangan satu episode Ikatan Cinta. 

Kendaraan yang over load itu juga menambah pendek umur jalanan, Pak. Apalagi kalau tambalannya aspal dengan kualitas entah KW keberapa. 

Makanya kalau ada waktu lebih, besok kunjungilah lebih banyak wilayah di Kabupaten Maros, Pak. Kami sudah sangat perih melihat jalanan utama, jalanan nasional, diurus ala kadarnya. 

Di situ pula Pak Presiden akan tahu untuk pertama kalinya, bagaimana rakyat di pelosok menghadapi kemacetan yang tidak perlu (andai pihak berwenang lebih serius). Ada yang sampai main kartu domino di atas aspal, loh Pak. Mau main High Domino, chip banyak, namun sinyal seluler yang tak ada. 

Datang ya, Pak. Plis. 

Imam Dzulkifli, warga Maros, pegawai kedai donat. (*)

Exit mobile version