Lintas Terkini

Polri Tetap Berwenang Menerbitkan STNK dan SIM

Sidang MK

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya terkait gugatan kewenangan Polisi Republik Indonesia (Polri) menerbitkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Putusan ini ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yang terdiri dari Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati, Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, dan Manahan M P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, pada Kamis (12/11/15) dan dibacakan dalam Sidang Pleno MK, Senin (16/11/15).

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, kewenangan untuk menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor, sebagaimana diatur dalam ketentuan undang-undang yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon, adalah bagian dari persoalan keamanan dan ketertiban dalam arti luas.

“Dengan demikian sudah tepat jika kewenangan dimaksud diberikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tidak bertentangan dengan UUD 1945”, kata Hakim Konstitusi membacakan putusannya.
Selain itu, MK menilai, dilihat dari sisi relevansinya mengingat kemampuan instansi pemerintahan dalam bidang penegakan hukum, khususnya kemampuan forensik, terutama yang dimiliki oleh Kepolisian dalam rangka mengungkap suatu tindak pidana, pemberian kewenangan mengeluarkan STNK dan SIM kepada Polri adalah efektif dan efisien.

“Bahwa pemberian kewenangan untuk menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor kepada Kepolisian, merupakan salah satu bentuk pelayanan administrasi negara dan administrasi pemerintahan yang penting dan efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan bernegara, yang salah satu wujudnya adalah terselenggaranya keamanan dan ketertiban berlalu-lintas,” jelas Hakim Konstitusi.

Lebih jauh, karena Pemohon tidak mengajukan nama instansi lain yang berwenang mengeluarkan STNK dan SIM jika kewenangan Polri dicabut, MK menilai apabila permohonan para Pemohon dikabulkan maka akan terjadi kekosongan hukum yang justru sudah pasti menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan administrasi pemerintahan.

“Bahwa mengalihkan kewenangan yang dimiliki oleh Kepolisian untuk menyelenggarakan registrasi kendaraan bermotor serta memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor kepada instansi lain tidak menyelesaikan masalah, terlebih lagi tidak ada jaminan bahwa apabila lembaga lain atau lembaga baru yang diberikan kewenangan tersebut akan lebih baik kinerjanya,” imbuh Hakim Konstitusi.

Atas dasar itulah, MK berpendapat bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Diketahui, dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang menggugat kewenangan Polri mengeluarkan STNK dan SIM ini, diajukan oleh lima Pemohon.

Kelimanya adalah Alissa Q Munawaroh Rahman (Alissa Wahid), Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch (MCW) yang dalam hal ini diwakili oleh Lutfi J Kurniawan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dalam hal ini diwakili oleh Alvon Kurnia Palma SH, dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah yang dalam hal ini diwakili oleh Dahnil Anzar Simanjuntak. (*)

Exit mobile version