MAKASSAR – Masih banyak tantangan pendidikan yang dihadapi di Sulsel dalam mempersiapkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ke depan. Diantara tantangan terbesar masih pada kualitas guru.
Ini terangkum dari diskusi akhir tahun ‘Pendidikan di Sulawesi Selatan, Asa dan Tantangan’ yang diselenggarakan oleh Jurnalis Pendidikan Sulawesi Selatan di Warunk Upnormal, Makassar, Sulsel, (17/12/2016).
Mantan Rektor Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Arismunandar memperlihatkan rendahnya kualitas guru ini berdasarkan nilai Uji Kompentensi Guru tahun 2015, yaitu rata-rata guru Sulsel nilainya hanya 52,55 dari angka maksimal 100. Dia mengatakan, masih banyak guru yang mengajar di sekolah hanya tamatan SPG, yang berkualifikasi S1 juga kadang mengajar pada bidang yang lain yang tidak sesuai dengan kompetensinya, sehingga mempengaruhi kualitas siswa.
“Lebih parah lagi ada di TK. Padahal kecerdasan terpupuk pada usia 0-6 tahun. Banyak guru TK sebelumnya tidak menjalani pendidikan guru khusus TK, sehingga tidak memperhatikan perkembangan psikologi anak ketika mengajar,” ujarnya lagi.
Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru, Prof Arismunandar mengusulkan diadakannya reformasi pendidikan terutama di LPTK dengan mengadakan pendidikan guru berasrama. Diharapkan dengan pendidikan model tersebut, guru benar-benar mendalami spesialitas kompentensinya.
“Karena berdasarkan hasil riset, 30 persen kualitas pendidikan anak dipengaruhi guru,” ujarnya.
Menurut Prof Heri Tahir, Pakar Hukum dan Guru Besar Universitas Makassar, maraknya kejahatan-kejahatan seperti geng motor di Sulsel tak lepas dari mutu pendidikan. Pendidikan ke depan harus menciptakan siswa yang berkarakter dan bisa memecahkan masalah kehidupannya.
“Guru bukan cuma mengajar, tapi benar benar ikut mendidik,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi DRPD Sulsel yang membidangi pendidikan, Syaharuddin Alrif, menyoroti tentang masalah guru honorer.
“Saya bertanya kepada 300 Ketua OSIS SMA se-Sulsel dan ketika saya tanya, mana yang lebih banyak mengajar ? Guru PNS atau honorernya, Mereka menjawab lebih rajin guru honorernya. Ini menjadi masalah tersendiri di Sulsel,” ujarnya.
Menurutnya, Sulsel akan meluncurkan E-Panrita untuk mengawasi tingkat kerajinan para guru mengajar di sekolah sehingga guru PNS akan lebih mengajar dan aktif di sekolah.
Menurut Mustajib, Communication Specialist USAID PRIORITAS, salah satu masalah terbesar Sulawesi Selatan adalah tingkat literasi yang masih rendah.
“Kalau kita lihat di bis-bis, di mall-mall, di taman-taman, belum banyak orang-orang yang duduk membaca buku. Tidak sama dengan negara-negara maju. Padahal tingkat literasi sangat menentukan kemajuan bangsam” ujarnya.
Dia berharap para jurnalis, selain mengadvokasi masalah-masalah mutu pendidikan, juga masalah literasi. Menurut dia, kalau literasi sudah meningkat dengan baik, masyarakat suka membaca, maka mereka akan lebih kritis dan lebih mandiri dalam membangun diri mereka sendiri.
“Petani akan banyak membaca buku untuk meningkatkan produktifitasnya, demikian juga tukang dan lainnya. Bangsa ini akan lebih cepat majunya,” terang Mustajib.
Dialog akhir tahun ini diselenggarakan oleh JUPE Sulsel, sebuah organisasi wartawan yang ke depan akan banyak begerak untuk mengadvokasi peningkatan mutu pendidikan di Sulsel.
“Saya berpesan kepada para wartawan terus mengawal program pendidikan di Sulsel, dan melaporkan kepada kami kalau ditemui kejangggalan-kejanggalan dalam bidang pendidikan,” ujar Syaharuddin Alrif, Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel yang membidangi pendidikan menutup dialog. (*)