MAKASSAR – Bank Mandiri berkomitmen untuk terus meningkatkan pembiayaan ke sektor produktif, khususnya di sektor pertanian.
Salah satu realisasi komitmen tersebut ditunjukkan dengan peningkatan penyaluran kredit ke sektor pertanian di Sulawesi Selatan sebesar 25,13 persen menjadi Rp343,9 miliar pada triwulan I/2017 dari periode yang sama sebelumnya sebesar Rp274,5 miliar.
Pertumbuhan penyaluran kredit tersebut sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan yang tumbuh 7,4 persen di atas perekonomian nasional sebesar 5,02 persen.
Baca Juga :
Dimana perekonomian Sulawesi Selatan didominasi sektor pertanian dengan rata-rata kontribusinya terhadap PDRB tahun 2013-2016 sebesar 23,1 persen. Sumbangan terbesar berasal dari tanaman pangan dan tanaman perkebunan, yakni padi dan kakao.
Melalui penguatan fungsi intermediasi ini, Bank Mandiri ingin mempertegas peranan sebagai agen pembangunan yang berkontribusi maksimal dalam merealisasikan program-program strategis pemerintah, kata Putut Putranto, Regional Transaction and Consumer Head Bank Mandiri regional Sulawesi-Maluku di acara Focus Group Discussion (FGD) ‘Strategi Pengembangan Komoditas Beras dan Kakao di Sulsel’, di Hotel Grand Clarion Makasar, Rabu (17/5).
Putut melanjutkan, Bank Mandiri Sulawesi-Maluku berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp20,5 triliun pada triwulan I-2017, meningkat 7,89 persen dari periode sama tahun sebelumnya. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan, kredit yang telah disalurkan mencapai Rp9,8 triliun, naik 8,15 persen dari posisi Rp9 triliun.
Pembiayaan di Sulawesi Selatan terutama disalurkan untuk sektor produktif yang mencapai 72,12 persen dari total portofolio atau sebesar Rp7 triliun, dengan kredit modal kerja tumbuh 9,19 persen. Sedangkan secara nasional, penyaluran kredit Bank Mandiri ke sektor pertanian pada akhir Maret 2017 tercatat sebesar Rp59,8 triliun.
FGD ini merupakan kegiatan yang diadakan Bank Mandiri dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan, melalui sektor pertanian mengingat besarnya kontribusi sektor tersebut. Demikian pula dengan kontribusi dari sektor pertanian terutama komoditas padi dan kakao di mana Bank Mandiri dapat mengambil peranan penting dalam pertumbuhan tersebut.
FGD melibatkan para pemangku kepentingan di sektor pertanian beras dan kakao, yakni Sekretaris Daerah Pemprov Sulsel Abdul Latief, Tim LP2M Universitas Hasanuddin, Ketua Asosiasi Beras Indonesia Sulsel Akifuddin, Sekretaris Ketua Asosiasi Kakao, perwakilan Bank Indonesia, dan perwakilan OJK.
Dalam diskusi terungkap terus menurunnya produksi kakao, sehingga mempengaruhi nilai ekspor dari US$ 400 juta pada 2009 menjadi US$ 150 juta pada 2016. Adapun penyebab menurunnya volume produksi biji kakao disebabkan hama/penyakit tanaman, umur tanaman yang sudah tua, hingga alih fungsi lahan sebanyak 30 ribu hektare.
Guna meningkatkan produksi, langkah yang bisa dilakukan adalah peremajaan dan intensifikasi. Peningkatkan produksi sangat diperlukan mengingat dari enam pabrik pengolahan biji kakao berkapasitas 165 ribu ton pertahun, hanya dua yang berproduksi. Itupun kapasitasnya hanya 40 ribu ton dari kapasitas terpasang 125 ribu ton.
Sementara, di komoditas beras, para pemangku kepentingan merasa perlunya Pasar Induk Beras dibangun di Makassar. Hal ini untuk menciptakan stabilitas harga beras di Sulawesi Selatan. Akibat ketiadaan pusat informasi harga dan Pasar Induk Beras, pergerakan harga beras di Sulawesi Selatan saat ini menjadi simetris mengikuti harga beras di Pasar Induk Cipinang. (*)
Komentar