MAROS– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita bangunan masjid dan lahan di wilayah Pucak, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Penyitaan tersebut dilakukan karena diduga dari uang hasil suap dan gratifikasi proyek Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah dan sejumlah kontraktor.
Pembelian lahan tersebut KPK telah mengkonfirmasi salah satu saksi pengusaha bernama Muh Hasmin Badoa terkait pembelian tanah oleh tersangka Gubernur Sulawesi Selatan non aktif Nurdin Abdullah atau NA.
Sebelumnya, KPK memeriksa Hasmin Badoa sebagai saksi untuk tersangka NA dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel pada tahun anggaran 2020—2021. Pemeriksaan digelar di Polres Maros, Sulsel.
“Muh Hasmin Badoa (wiraswasta), yang bersangkutan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pembelian tanah oleh tersangka NA yang diduga sumber uang pembeliannya dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemprov Sulsel,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/6/2021).
Pada sidang di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (10/6/2021), sejumlah kontraktor muncul sebagai saksi. Dalam persidangan terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, Agung Sucipto.
NA juga dihadirkan sebagai saksi secara virtual dari Rutan KPK cabang Guntur Pomdam Jaya, Jakarta.
Mereka mengaku dimintai uang Rp100 juta untuk pembangunan masjid di Kawasan Pucak, Maros. Direktur PT Putra Jaya, Petrus Yalim salah satunya.
Petrus mengatakan pernah dimintai uang oleh Syamsul Bahri, eks ajudan NA. Petrus adalah pemilik perusahaan pemenang pengerjaan proyek jalan di kawasan wisata Pucak.
Saat itu Petrus diundang langsung pada peletakan batu pertama pembangunan masjid. Disaat mau pulang, Syamsul meminta agar Petrus bisa membantu biaya pembangunan masjid tersebut.
“Syamsul pernah bilang, Pak Gub lagi bangun masjid di Pucak. Dia bilang langsung ke saya, apakah Pak Gub bisa dibantu. Saya bilang bisa pak, minta no rekeningnya,” ujar Petrus .
Saat itu, kata Petrus, Syamsul mengirimkan nomor rekening atas nama yayasan masjid. Ia mentransfer Rp100 juta.
“Tapi Rp100 juta bagi beliau (NA) itu gak ada artinya. Apalagi untuk satu masjid itu sangat sedikit sekali,” ujar Petrus.
Tak hanya Petrus, pengusaha lain atas nama Tiau juga diminta untuk membantu membiayai pembangunan masjid tersebut. Jumlahnya sama Rp100 juta.
“Pak Tiau juga menyumbang Rp 100 juta. Kami komunikasi. Pak Tiau tanya saya nyumbang berapa, jadi dia kasih juga Rp 100 juta,” ungkapnya.(*)