JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jatuhkan total denda sebesar Rp10.973.000.000, kepada PT Len Industri (Persero) dan PT Len Railway Systems dalam Perkara Nomor 18/KPPU-L/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Pembangunan Sistem Persinyalan Elektrik Jalur Ganda Kereta Api Lintas Bogor-Cicurug pada Satuan Kerja Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Barat Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2019-2021.
Sanksi denda tersebut dibacakan Majelis Komisi dalam sidang pembacaan putusan yang dilakukan Selasa (15/8/2023) di Kantor KPPU Jakarta.
Kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait pengadaan pembangunan sistem persinyalan elektrik jalur ganda kereta api lintas Bogor-Cicurug pada tahun 2019-2021 lalu.
Baca Juga :
Terdapat 6 (enam) Terlapor yang dilaporkan dalam kasus tersebut, yakni:
1. PT Len Industri (Persero) (Terlapor I),
2. PT Len Railway Systems (Terlapor II),
3. PT Christalenta Pratama (Terlapor III),
4. PT Pindad Global Sources and Trading (Terlapor IV),
5. Kelompok Kerja Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Paket Pekerjaan Satuan Kerja Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa
Bagian Barat Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada Biro Layanan Pengadaan dan Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2019 (Terlapor V,)
6. Sdr. David Sudjito, S.T. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Pengembangan Perkeretaapian Wilayah Bogor – Sukabumi – Padalarang Jawa Bagian Barat, Balai Teknik Perkeretaapian Bagian Barat, Direktorat Jenderal Pekeretaapian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Terlapor VI).
Dalam pengadaan yang bernilai sekitar Rp 301 miliar ini, Terlapor I dan Terlapor II membuat kerjasama operasi dengan nama KSO Railway Industry dan memenangkan tender tersebut. Proses penegakan hukum berlanjut hingga Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan pada tanggal 17 Januari 2023. Pada tahap Pemeriksaan Lanjutan, Majelis Komisi menemukan bahwa tidak terdapat kerja sama antara dua pihak atau lebih yang secara terang-terangan atau diam-diam melakukan penyesuaian dokumen dengan peserta tender lainnya atau membandingkan dokumen sebelum penyerahan sehingga menciptakan persaingan semu.
Namun Majelis Komisi berpendapat, tidak dilakukannya klarifikasi oleh Terlapor V terhadap harga timpang pada beberapa harga satuan dibandingkan dengan harga satuan HPS, serta adanya kesamaan harga satuan penawaran KSO Terlapor I dan Terlapor II dengan harga satuan HPS yang ditindaklanjuti tindakan Terlapor VI dengan tidak melakukan review atas laporan hasil pemilihan Penyedia dari Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan merupakan bukti persekongkolan.
Memerhatikan berbagai fakta-fakta, penilaian, analisis, dan kesimpulan yang ada, Majelis Komisi akhirnya memutuskan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dan menjatuhi sanksi berupa denda kepada Terlapor I sebesar Rp 6.058.000.000 (enam miliar lima puluh delapan juta rupiah ) dan sebesar Rp 4.915.000.000 (empat miliar sembilan ratus lima belas juta rupiah) kepada Terlapor II.
Kedua Terlapor diwajibkan untuk melakukan pembayaran denda paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht). Jika mengajukan upaya hukum keberatan, Terlapor wajib menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda kepada KPPU paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan Putusan.
Selain itu, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat di instansi Kementerian Perhubungan yang berwenang dimana personil Terlapor V dan Terlapor VI berasal untuk memberikan sanksi hukuman disiplin, karena telah sengaja tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai peraturan yang berlaku sebagai Pokja Pemilihan atau penyelenggara tender kepada Terlapor V dan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen kepada Terlapor VI. Dalam proses penyusunan Putusan, salah satu Anggota Majelis Komisi, yakni Dr. Guntur Syahputra Saragih, M.S.M, memiliki pendapat yang berbeda (dissenting opinion)terkait dengan dengan pembuktian unsur bersekongkol pada poin kerja sama antara dua pihak atau lebih dan poin tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya. (*)
Komentar