GOWA – Hasraeni (26), warga Dusun Pajagalung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, mengungkapkan kekecewaan atas lambatnya penanganan laporan penipuan yang ia ajukan ke Polres Gowa sejak 21 Oktober 2022. Hingga 18 September 2024, kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
Diceritakan kepada wartawan, penipuan ini bermula pada November 2020, ketika Hasraeni bertemu dengan Hasna Daeng Bau, seorang calo yang menawarkan kesempatan penerimaan CPNS di RSUD Syekh Yusuf Gowa. “Saya dikenalkan dengan Hasna Daeng Bau oleh tante saya dan dia mengundang saya ke rumahnya di Manggarupi, Kecamatan Sombaopu, untuk membahas tawaran tersebut,” ujar Hasraeni kepada media.
Hasna menjelaskan bahwa biaya yang diperlukan bervariasi tergantung pada formasi CPNS yang diinginkan. “Dia menyebutkan tarif Rp 150 juta untuk tenaga kesehatan, Rp 120 juta untuk guru, Rp 150 juta untuk formasi lembaga pemasyarakatan, dan Rp 80 juta untuk PPPK,” lanjut Hasraeni.
Tergiur dengan janji tersebut, Hasraeni memutuskan membayar Rp 150 juta untuk formasi tenaga kesehatan. Namun, sebelum membayar penuh, ia meminta untuk dimasukkan ke dalam grup WhatsApp yang dikelola oleh pelaku guna memantau perkembangan informasi penerimaan CPNS. “Namun, pelaku menolak memasukkan saya ke grup karena saya belum membayar,” ungkap Hasraeni.
Setelah membayar uang muka sebesar Rp 15 juta pada Desember 2020, Hasraeni akhirnya dimasukkan ke dalam grup tersebut. Di grup itu, ia melihat sekitar 60 anggota lainnya yang juga berinteraksi dengan pelaku dan anaknya yang bertindak sebagai admin.
Namun, seiring berjalannya waktu, pelaku meminta tambahan uang sebesar Rp 35 juta dengan dalih biaya pengurusan NIP di Jakarta. Terpaksa, Hasraeni mengirimkan Rp 30 juta pada Mei 2021 dan sisanya Rp 5 juta pada Juni 2021.
Meskipun total uang yang diserahkan mencapai Rp 50 juta, Hasraeni hanya menerima kain seragam linmas dan korpri dari pelaku, yang dijanjikan akan digunakan saat menerima SK CPNS. Sayangnya, SK yang dinanti-nanti tak pernah ada. “Kami baru menyadari bahwa nomor induk saya dan korban lainnya tidak terdaftar di BKN pusat setelah mengecek di Taspen Makassar. Saat itulah kami menyadari bahwa kami telah tertipu,” kata Hasraeni.
Meski sudah melaporkan kasus ini ke Polres Gowa, Hasraeni merasa penanganan laporan sangat lambat. “Saya sudah berkali-kali mendatangi Polres, tetapi penyidik selalu meminta saya untuk bersabar. Tidak ada kemajuan yang signifikan,” ujar Hasraeni dengan nada kecewa.
Saat mencoba menghubungi pelaku langsung di rumahnya, Hasraeni justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan. “Saya diusir dan dilempari kertas STTPL dari penyidik oleh keluarga pelaku. Mereka menyuruh saya mengurus masalah ini dengan polisi,” tambahnya.
Dengan perasaan frustrasi, Hasraeni kembali ke Polres untuk melaporkan perilaku pelaku dan meminta kejelasan lebih lanjut. “Saya berharap pihak kepolisian bisa bertindak tegas dan segera menyelesaikan kasus ini,” harapnya.
Kini, Hasraeni masih menanti tindakan nyata dari Polres Gowa. Ia berharap pelaku segera ditindak agar tidak ada lagi korban yang tertipu. “Saya hanya ingin keadilan ditegakkan dan pelaku dihukum setimpal,” tutup Hasraeni dengan penuh harapan.
Sementara itu, Kapolres Gowa, AKBP R.T.S Simanjuntak, belum memberikan tanggapan saat dihubungi melalui WhatsApp. (*)