Logo Lintasterkini

Majelis Pers Berencana Ajukan Judicial Review ke MK

Abdul Gaffar Mattola
Abdul Gaffar Mattola

Sabtu, 18 November 2017 10:53

Sekjen Majelis Pers, Ozzi Sulaiman Sudiro serta pejuang-pejuang kebebasan pers lainnya.
Sekjen Majelis Pers, Ozzi Sulaiman Sudiro serta pejuang-pejuang kebebasan pers lainnya.

JAKARTA – Refleksi terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami para wartawan maupun media terjadi di sepanjang tahun. Hal ini menjadi diskursus sengketa pers (polemik) atas ketidaksempurnaan UU Pers Nomor 40 tahun 1999.

Bentuk diskriminasi, penghinaan, pengancaman sampai tindak kekerasan terhadap wartawan kian menjegal kemerdekaan pers. Hal itu disampaikan Sekjen Majelis Pers, Ozzi Sulaiman Sudiro di Kantor Sekretariat Bersama Majelis Pers, Gedung Dewan Pers Lt. 5, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

Di hadapan para perwakilan organisasi pers nasional yang tergabung di Majelis Pers, ia mengatakan pentingnya pemikiran dan energi semua untuk mengajukan judicial review terhadap UU Pers.

Dikatakannya, Mahkamah Konstitusi RI harus menerima aspirasi insan pers atau setidaknya ada protap yang mengatur regulasi baku sebagai penguat dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Pers itu sendiri.

“Kami katakan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 masih sangat lemah, dan tidak mengafiliasi kebutuhan teman-teman pers. Banyak sengketa pers yang akhirnya menjadi urusan Kepolisian, padahal kalau kita pahami, pers adalah produk etika yang tidak bisa dijadikan KUHP maupun kejahatan ITE,” papar Ozzi.

Ditegaskan Ozzi, mandulnya UU Pers menjadi celah para kapitalis maupun para kepentingan untuk melingkari gerak dan ruang pers. Padahal kalau dipahami, pers adalah satu bagian penting dalam mencerdaskan bangsa.

Irisan media terkoyak, kalangan intelektual tersudut, pemerhati pers seakan terdiam, dan yang lantang hanyalah para politikus dengan sumpah serapahnya atas nama media.

“mau dibawa kemana media kita, mau diapakan teman-teman pers kita nantinya. Semua berkoar secara teoritis dalam panggung realitas politik. Kita itu hanya mengenal dua (2) istilah dalam dunia pers, yakni pers perjuangan dan pers perlawanan, bukan pers kapitalis,” ucap Ozzi.

Di era kebebasan pers, tak ada larangan bagi jurnalis selama pemberitaan itu sesuai dengan fakta dan realitanya. Itu artinya bahwa pers adalah corong publik yang dilindungan kebebasannya.

“Awalnya Majelis Pers berharap adanya Dewan Pers sebagai pelindung wartawan, namun dalam kenyataannya malah terkesan melakukan pembiaran terhadap media-media dan para wartawan yang tak diakui versi Dewan Pers. Kami anggap sikap dari dDewan Pers atas kebijakan-kebijakannya yang telah mendiskriminasi media dan wartawan adalah kecerobohan dan kebodohan yang dipertontonkan ke publik,” kecam Ozzi. (*)

 Komentar

 Terbaru

News29 November 2024 23:10
Frederik Kalalembang Temui Kapolda Sulsel, Soroti PT Masmindo dan Apresiasi Keamanan Pilkada
MAKASSAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, mengadakan pertemuan dengan Kapolda Sulawesi Selatan, ...
News29 November 2024 20:45
Bumi Karsa Tuntaskan Penanaman 5.500 Pohon di Sulawesi, Jawa hingga Sumatera
MAKASSAR – Bumi Karsa kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Penanaman 5.500 pohon telah dilakukan pada berbagai pro...
Ekonomi & Bisnis29 November 2024 20:39
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, OJK Sulselbar-BPS Kembali Gelar SNLIK 2025
MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulsel Sulbar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel dan BPS Provinsi Sulbar ke...
News29 November 2024 14:04
PPDB Sekolah Islam Athirah Dibuka Mulai 1 Desember 2024
MAKASSAR – Sekolah Islam Athirah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 mulai 1 Desember 2024. Total kuota yang dis...