JAKARTA – Refleksi terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami para wartawan maupun media terjadi di sepanjang tahun. Hal ini menjadi diskursus sengketa pers (polemik) atas ketidaksempurnaan UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Bentuk diskriminasi, penghinaan, pengancaman sampai tindak kekerasan terhadap wartawan kian menjegal kemerdekaan pers. Hal itu disampaikan Sekjen Majelis Pers, Ozzi Sulaiman Sudiro di Kantor Sekretariat Bersama Majelis Pers, Gedung Dewan Pers Lt. 5, Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Di hadapan para perwakilan organisasi pers nasional yang tergabung di Majelis Pers, ia mengatakan pentingnya pemikiran dan energi semua untuk mengajukan judicial review terhadap UU Pers.
Dikatakannya, Mahkamah Konstitusi RI harus menerima aspirasi insan pers atau setidaknya ada protap yang mengatur regulasi baku sebagai penguat dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Pers itu sendiri.
“Kami katakan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 masih sangat lemah, dan tidak mengafiliasi kebutuhan teman-teman pers. Banyak sengketa pers yang akhirnya menjadi urusan Kepolisian, padahal kalau kita pahami, pers adalah produk etika yang tidak bisa dijadikan KUHP maupun kejahatan ITE,” papar Ozzi.
Ditegaskan Ozzi, mandulnya UU Pers menjadi celah para kapitalis maupun para kepentingan untuk melingkari gerak dan ruang pers. Padahal kalau dipahami, pers adalah satu bagian penting dalam mencerdaskan bangsa.
Irisan media terkoyak, kalangan intelektual tersudut, pemerhati pers seakan terdiam, dan yang lantang hanyalah para politikus dengan sumpah serapahnya atas nama media.
“mau dibawa kemana media kita, mau diapakan teman-teman pers kita nantinya. Semua berkoar secara teoritis dalam panggung realitas politik. Kita itu hanya mengenal dua (2) istilah dalam dunia pers, yakni pers perjuangan dan pers perlawanan, bukan pers kapitalis,” ucap Ozzi.
Di era kebebasan pers, tak ada larangan bagi jurnalis selama pemberitaan itu sesuai dengan fakta dan realitanya. Itu artinya bahwa pers adalah corong publik yang dilindungan kebebasannya.
“Awalnya Majelis Pers berharap adanya Dewan Pers sebagai pelindung wartawan, namun dalam kenyataannya malah terkesan melakukan pembiaran terhadap media-media dan para wartawan yang tak diakui versi Dewan Pers. Kami anggap sikap dari dDewan Pers atas kebijakan-kebijakannya yang telah mendiskriminasi media dan wartawan adalah kecerobohan dan kebodohan yang dipertontonkan ke publik,” kecam Ozzi. (*)