Lintas Terkini

BMKG Bantah Berita Hoaks Imbauan Tinggalkan Mamuju Pasca Gempabumi

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

JAKARTA — Pasca gempabuni Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat tersiar pesan berantai di grup-grup media sosial bahwa masyarakat dihimbau sesegera mungkin meninggalkan lokasi. Pasalnya, akan terjadi gempabumi susulan yang jauh lebih dahsyat dan akan menimbulkan tsunami.

Kabar itu dibantah tegas pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Minggu, (17/1/2021) menegaskan, pihaknya tidak pernah menginstruksikan warga untuk meninggalkan Mamuju pascagempa bumi Magnitudo 6,2 yang mengguncang wilayah tersebut pada Jumat (15/1/2021).

“BMKG hanya mengeluarkan imbauan terkait arahan evakuasi untuk menyelamatkan diri, bukan eksodus meninggalkan Mamuju,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta.

Imbauan tersebut disampaikan saat rapat koordinasi Gempa Mamuju-Majene Sabtu (16/1/2021) malam. Pernyataan tegas pihak BMKG ini menjadi klarifikasi yang sebenarnya bahwa idak benar jika beredar teks percakapan WhatsApp yang berisi informasi seolah BMKG menginstruksikan meninggalkan Mamuju sesegera mungkin.

“Informasi ini tidak benar dan dapat dikategorikan sebagai berita bohong (hoax),” tegas Dwikorita.

Namun ia mengingatkan bahwa gempa susulan masih dapat terjadi seperti lazimnya pasca terjadinya gempa kuat. Untuk itu masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan dengan kekuatan yang signifikan.

Hasil monitoring BMKG terhadap aktivitas gempa di Majene dan Mamuju sejak tanggal 14 – 17 Januari 2021 tercatat sebanyak 37 kali gempa. Masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, diimbau untuk tidak menempati lagi.

Pasalnya, jika rumah kembali ditinggali jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat, bahkan dapat roboh. Selain itu, warga yang tinggal di pesisir pantai juga diimbau untuk segera melakukan evakuasi mandiri menjauhi pantai.

Alasan dia, masyarakat dihimbau menjauhi daerah pesisir pantai jika terjadi gempa kuat di pantai. Pasalnya, di pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada tahun 1969.

“Segera melakukan evakausi mandiri dengan cara menjauh dari pantai, dengan cara menjadikan gempa kuat yang dirasakan di pantai sebagai peringatan dini tsunami,” kata dia.

Hal ini akan efektif menyelamatkan masyarakat pesisir jika sumber gempa kuat yang terjadi berada dekat pantai. Dikatakabnya lagi karena waktu emas penyelamatan tsunami sangat singkat.

Begitu pula dengan masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan atau yang melewati jalan di tepi tebing curam, perlu waspada. Alasannya, karena gempa susulan signifikan dapat memicu terjadinya longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall).

Kondisi tersebut juga sangat berisiko terlebih lagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran. Hal ini mengingat kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil setelah diguncang dua kali gempa kuat.

Untuk itu masyarakat diminta agar tidak percaya dengan berita bohong (hoax). Namun masyarakat diingatkan untuk terus memantau dan mengikuti informasi resmi yang bersumber dari lembaga resmi seperti BMKG dan arahan dari BNBP/BPBD. (*)

 

Exit mobile version