Ketua Komisi III Habiburokhman Luruskan Isu, Tegaskan Empat Hoaks KUHAP Baru Tidak Berdasar dan Seluruh Prosedur Tetap Berbasis Izin Pengadilan

JAKARTA — Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman kembali hadir di ruang Komisi III untuk memberikan konferensi pers khusus pada Rabu (19/11/2025), menyusul maraknya hoaks yang beredar terkait Undang-Undang KUHAP yang baru disahkan. Ia menyampaikan bahwa sejumlah narasi yang berkembang di media sosial sama sekali tidak akurat dan berpotensi menyesatkan masyarakat. Untuk itu, ia merasa perlu meluruskan secara terbuka agar publik mendapatkan informasi yang benar, utuh, dan terhindar dari distorsi.
Dalam pernyataannya, Habiburokhman menegaskan bahwa salah satu hoaks yang paling banyak beredar adalah tuduhan bahwa KUHAP baru memungkinkan polisi melakukan penyadapan, penggeledahan digital, dan perekaman secara diam-diam tanpa izin pengadilan. Ia menyatakan dengan tegas bahwa informasi itu tidak benar. KUHAP baru, melalui Pasal 135 ayat (2), sama sekali tidak mengatur teknis penyadapan. Mekanisme penyadapan justru akan diatur dalam undang-undang khusus yang sedang disiapkan pemerintah, dan seluruh penyadapan di masa depan tetap hanya dapat dilakukan berdasarkan izin pengadilan. “Tidak ada ruang penyadapan liar,” ujarnya.
Hoaks kedua yang ikut beredar menyebut bahwa aparat dapat memblokir rekening tabungan atau mengambil data digital seseorang tanpa persetujuan pengadilan. Habiburokhman menegaskan bahwa Pasal 44 KUHAP baru secara eksplisit mensyaratkan izin Ketua Pengadilan Negeri untuk setiap bentuk pemblokiran rekening, penyitaan data digital, atau tindakan lain yang bersifat intrusif. “Pemblokiran tidak bisa sembarangan. Semua harus dimintakan izin Ketua PN,” katanya memperjelas.
Dalam kesempatan yang sama, didampingi sejumlah anggota Komisi III DPR RI di ruang rapat, ia juga meluruskan hoaks yang menyebut bahwa kepolisian bisa menyita ponsel, laptop, atau data elektronik seseorang tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menekankan kembali bahwa Pasal 44 menempatkan proses penyitaan dalam koridor hukum yang ketat dan terawasi. Penyitaan tetap wajib melalui izin pengadilan, baik terhadap barang fisik maupun data elektronik.
Habiburokhman kemudian membantah narasi terakhir yang menyebut bahwa KUHAP baru membuka peluang penangkapan sewenang-wenang tanpa prosedur yudisial. Menurutnya, ketentuan tentang penangkapan dan penahanan tetap berlangsung sebagaimana sebelumnya, yaitu wajib melalui izin pengadilan agar perlindungan hak asasi manusia tetap terjaga. “Tidak ada satu pun pasal yang membuat polisi bisa menangkap orang seenaknya. Perlindungan HAM adalah prinsip utama,” tegasnya dihadapan awak media.
Diakhir keterangan persnya, Habiburokhman meminta masyarakat untuk tidak mudah termakan informasi yang belum diverifikasi. Ia menekankan bahwa KUHAP baru disusun dengan mempertimbangkan prinsip keadilan, transparansi, dan pengawasan ketat oleh lembaga peradilan. Ia berharap klarifikasi ini dapat meredam kebingungan publik serta menegaskan kembali bahwa tuduhan-tuduhan yang beredar hanyalah hoaks yang tidak memiliki dasar hukum. (*)