JAKARTA – Beredarnya video mesum yang diperagakan perempuan dewasa dengan memanfaatkan bocah usia Sekolah Dasar di Bandung, Jawa Barat yang beredar di masyarakat dalam konteks Hak Asasi Manusia sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Oleh sebab itu, Komisi Nadional Perlindungan Anak mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut.
Sejak awal eksploitasi seksual komersial terhadap anak ini dilaporkan 4 Januari 2018 ke Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Kommas Perlindungan Anak menduga, bahwa video porno yang memanfaarkan anak-anaj dibuat oleh kelompok sindikat eksploitasi seksual komersial anak International.
“Pembuatan video ini bukan dilakukan secara “iseng” semata, tetapi dibuat secara profesional, sismtematis dan menggunakan skenario atau jalan cerita”. Oleh sebab itu tidak ada kata kompromi atas kejahatan ini dan tidak ada alasan pula untuk tidak menghukum pelaku sekalipun dilakukan oleh orangtua. Pembuatan video yang beredar dimasyatakat dan telah menjadi “trending topic” ini patut diduga dibuat oleh Sindikat Eksploitadi Seksual Komersial International yang memanfaatkan anak-anak dan perempuan dewasa.
Oleh karenanya tidak ada alasan untuk tidak memghukum pelaku dengan ketentuan hukum yang berlaku dan berkeadilan bagi korban dalam pembuayan video mesum itu. Alangkah berdosanya jika kita membebaskan pelaku hanya karena alasan kemiskinan, oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak mendesak Pihak Kepolisian bersama masyarakat untuk membongkar Sindikat Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia. Itu diungkapkan Arist Merdeka Sirait untuk merespon tertangkapnya 7 orang terduga terlibat dalam penyiapan dan pembuatan video oleh Polda Jawa Barat. Komnas Perlindungan Anak mengapresiasi Polda Jawa Barat karena dengan waktu 46 jam berhasil melokalisir dan menangkap para pelaku.
Mengingat pembuatan video porno yang menfaatkan anak-anak diduga atas pesanan warga negara asing melalui jatingan media online, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan Lembaga Perlundungan Anak (LPA) Pusat yang memberikan pembelaan, pendampingan dan perlindungan Anak di Indonesia atas kejahatan kemanusiaan ini mendorong Polda Jawa Barat menetapkan dan menggunakan Ketentuan UU RI.Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 dengan ancaman pidana pokok minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat ditambahkan dengan hukuman tambahan dari pidana pokoknya yakni seumur hidup bahkan hukuman tambahan dalam bentuk KASTRASI yakni KEBIRI lewat suntik Kimia.
Arist menambahkan, jika masyarakat ingin pelaku dijerat dengan hukuman maksimal dan hukuman tambahannya berupa kebiri dan pemadangan cip maka pihak aparatus hukum yakni Polisi harus menetapkan UU RI No. 17 Tahun 2016 sehingga Jaksa Penuntut Umum dapat menuntut pelaku dengan hukuman yang berat.
Untuk pemulihan (recovery) korban, Komnas Perlindungan Anak segera mengajak bekerjasama dengan Polda Jawa Barat, dengan melibatkan pegiat-peguat perlindungan anak dan P2TP2A Jawa Barat untuk memberikan layanan “healing” dan terapi psikososial anak.
Dan dalam waktu tidak terlalu lama segera bertemu para pelaku khususnya pembuat dan penyedia video mesum untuk menggali motivasi dan membongkar sejauhmana Sindikat Eksploitasi Seksual Komersial yang memanfaatkan anak dan perempuan dewasa di Indonesia. Komnas Perlindumgan Anak mengingatkan atas oeristiwa ini jangan dianggap enteng dan hanya sekedar iseng para penyimpang seksual. (*/rls)