Logo Lintasterkini

Ekonom IPB Ingatkan Bahaya Kepentingan Asing di Sektor Tembakau

Abdul Gaffar Mattola
Abdul Gaffar Mattola

Selasa, 20 Juni 2017 18:18

Petani tembakau.
Petani tembakau.

JAKARTA – Impor tembakau yang tidak terkontrol dipastikan membuat kalangan petani di dalam negeri kian terdesak. Diperlukan kebijakan roadmap agar impor tembakau secara perlahan dikurangi. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, impor tembakau tembus hingga 151 ribu ton.

Kemudian di 2013 mencapai 135 ribu ton, kemudian 2014 tercatat impor tembakau mencapai 111 ribu ton. Adapun pada 2015 impor tembakau mencapai 81 ribu ton, dan di 2016 tercatat impor tembakau 91 ribu ton.

Ekonom senior Institut Pertanian Bogor (IPB), Ricky Avenzora, Selasa, (20/6/2017) mengemukakan, dinamika penguasaan impor tembakau tersebut dapat diibaratkan sebagai “7th-phase of trickle down effect” (fase ke-7 dari dampak negatif) yang harus ditanggung Bangsa Indonesia akibat kebodohan politik dagang internasional yang dijalani selama ini.

“Pada fase pertama hingga ke enam, kita semua telah membiarkan industri tembakau kita dihancurkan oleh isu bahaya merokok, membiarkan petani tembakau kita dilemahkan oleh pelaksanaan rezim pajak progresif tembakau,  membiarkan “runtuhnya” industri rokok kita, hingga membiarkan industri rokok kita diakuisisi oleh negara asing yang jadi pesaing kita,” jelas Ricky.

Paling parah, membiarkan bangsa asing menarik rente ekonomi melalui berbagai kedok “foundation”. Ricky menambahkan, pada fase ke-7 ini, asing bukan saja sedang ingin melumpuhkan para petani tembakau. Melainkan juga sedangan secara sistematis membunuh petani tembakau kita.

[NEXT]

Semua itu, kata Ricky, berbagai warning bahaya itu mestinya sangat mudah dipahami oleh para akademisi. Sayangnya banyak akademisi bukan saja tidak mempunyai integritas kebangsaan, melainkan jadi kepentingan asing dalam melumpuhkan kepentingan Indonesia sembari menerima dana-dana asing.

“Selama rezim pemerintah yang  berjalan masih dikelililingi para “mafia rente”, maka pemerintah akan selalu plintat-plintut dan tidak akan pernah menyadari semua bahaya itu,” tegasnya.

Situasi kian runyam dan buruk sejalan dengan diberlakukan nya “global first politic” oleh Rezim Jokowi, dan menjadi lebih buruk lagi bersamaan dengan tidak terukurnya proyeksi dan kepastian manfaat pembangunan dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Menurut Ricky, ambisi keberhasilan Rezim Jokowi yang  diorientasikan pembangunan infrastrukur secara serentak melalui skema  utang dan konsesi pada dan untuk bangsa asing, hanyalah memberi kepastian manfaat jangka pendek bagi kontraktor dan supliernya. Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang, nilai ekonomi infrastruktur yang dibangun masih sangat diragukan.

“Jika dikaitkan dengan dinamika tersebut, maka semua petani tembakau perlu bersiap-siap untuk terpaksa menjual lahan mereka atas berbagai skenario okupasi yang sangat tidak bermoral melalui banyak pihak,” pungkas Ricky. (*)

 Komentar

 Terbaru

News29 November 2024 23:10
Frederik Kalalembang Temui Kapolda Sulsel, Soroti PT Masmindo dan Apresiasi Keamanan Pilkada
MAKASSAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, mengadakan pertemuan dengan Kapolda Sulawesi Selatan, ...
News29 November 2024 20:45
Bumi Karsa Tuntaskan Penanaman 5.500 Pohon di Sulawesi, Jawa hingga Sumatera
MAKASSAR – Bumi Karsa kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Penanaman 5.500 pohon telah dilakukan pada berbagai pro...
Ekonomi & Bisnis29 November 2024 20:39
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, OJK Sulselbar-BPS Kembali Gelar SNLIK 2025
MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulsel Sulbar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel dan BPS Provinsi Sulbar ke...
News29 November 2024 14:04
PPDB Sekolah Islam Athirah Dibuka Mulai 1 Desember 2024
MAKASSAR – Sekolah Islam Athirah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 mulai 1 Desember 2024. Total kuota yang dis...