MAKASSAR – Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin sepertinya tak menggubris banyaknya penolakan dari masyarakat, khususnya dari Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) terkait pencanangan budidaya pisang dengan memakai anggaran 40 persen dana desa di lahan 2 juta hektar dengan target 500 ribu hektar.
Hal ini ditunjukkan saat Pj Gubernur Bahtiar mengatakan akan menjalin kerja sama program budi daya pisang dengan Arab Saudi. Bahtiar mengungkapkan saat ini sudah ada 7 juta pohon pisang yang sudah ditanam.
“Saya sudah menggandeng swasta. Minggu depan, kami akan tanda tangan dengan Saudi Arabia untuk MoU. Mereka akan membeli berapa pun produksi pisang di Sulsel,” kata Bahtiar saat sambutan dalam rapat paripurna HUT ke-354 Sulsel di DPRD Sulsel, Kamis (19/10/2023).
Bahtiar mengatakan saat ini ada 5 juta hektare lahan yang bisa dimanfaatkan. Lahan itu juga dikembangkan untuk program budi daya pisang tersebut.
“Ada 5 juta hektare lahan di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang saya ikhtiarkan untuk dijadikan komoditas baru di Sulsel,” paparnya.
Pernyataan ini kemudian mengundang berbagai tanggapan netizen ketika ditayangkan di TikTok. Akun bernama Cubalalaa menuliskan “kamu mau tanam di mana? Kemudian akun bernama husainbahri444 menulis: lahannya mana. Yang lebih keras akun dengan nama Fatur770 mengatakan pisang itu makanan sapi, jd susah tumbuh serta akun yang bernama siapa mengatakan “salah satu tanda kiamat sudah dekat”.
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik M. Saifullah menilai Pj. Gubernur Bahtiar ini merupakan tipikal pejabat yang tidak mau mendengar aspirasi dari masyarakat. Dengan kata lain sifat kepemimpinannya cenderung otoriter.
“Kalau melihat berbagai penolakan yang muncul bahkan menimbulkan kegaduhan, seharusnya Pak Pj ini mempertimbangkan kembali kemudian bersama-sama Apdesi dan akademisi untuk melakukan studi kajian kelayakan. Tapi itu tak digubris. Ini yang memprihatinkan,” ujarnya, Jumat (20/10)
Saiful menambahkan, kalau kebijakan model begini diterapkan ke depan Sulsel akan senantiasa diperhadapkan pada masalah yang tak melibatkan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan publik.
“Ini cukup ngeri juga karena sebuah pembangunan sangat dibutuhkan partisipasi aktif publik,” lanjutnya.
Dan yang pasti, katanya, 40 persen dana desa siap-siap melayang. “Ya, dana desa sebesar 40 persen siap melayang,” tandasnya. (*)