GAJI selangit yang dikantongi jajaran direksi dan komisaris BPJS Kesehatan menjadi heboh saat dikalkulasikan oleh Komisi IX DPR RI. Pasalnya, dalam sebulan, tiap direksi mengantongi Rp 342,56 juta sementara komisaris diganjar Rp 211,14 juta.
Akibatnya, kalangan DPR pun kemudian mengkritik besarnya insentif tersebut. Anggota Komisi IX DPR Dewi Asmara menjelaskan, BPJS Kesehatan menganggarkan beban insentif kepada direksi sebesar Rp 32,88 miliar.
Merujuk Rencana Kerja Anggaran [RKA] 2019, BPJS Kesehatan menganggarkan beban insentif pada direksi sebesar Rp 32,88 miliar. Menurut Dewi, jika dibagi ke-8 anggota direksi, maka tiap anggota direksi mendapat insentif Rp 4,11 miliar per orang. Jadi tentunya seluruh direksi menikmati insentif Rp 342,56 juta per bulan.
Baca Juga :
“Dengan kata lain, seluruh direksi menikmati Rp 342,56 juta per bulan. Sementara beban insentif dewan pengawas BPJS Kesehatan dan juga antara lain kepada 7 dewan pengawas rata-rata Rp 2,55 miliar,” tegas Dewi di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2020) kemarin.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa beban insentif Dewas juga antara lain kepada 7 Dewas rata-rata sebesar Rp 2,55 miliar. Jika dalam 12 bulan, insentif yang diterima Dewas adalah Rp 211,14 juta per bulan.
Dengan besarnya insentif tersebut, menurut Dewi seharusnya direksi dan dewas bisa melakukan efisiensi. Pasalnya, secara keseluruhan, operasional BPJS Kesehatan mencapai Rp 4,07 triliun pada tahun 2020 ini.
“Penghematan dana jaminan sosial harusnya dengan efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan. Saya ambil contoh, untuk tahun 2020 diperkirakan dana operasional adalah Rp 4,07 triliun. Harusnya ini ada efisiensi,” Ungkapnya.
Ia juga menuturkan, seharusnya efisiensi bisa dilakukan sehingga dananya bisa dialokasikan untuk mensubsidi peserta BPJS Kesehatan kelas III mandiri.
“Dengan kata lain kalau kita berbicara mengenai suatu badan yang rugi, mbok ya ada hati juga untuk mengadakan penghematan,” Terang Dewi. (*)
Komentar