Lintas Terkini

Proyek “Siluman” Dinas PUTR Sulsel Sudah Berjalan Sejak 2020

Polisi berseragam lengkap di Kantor DInas PUTR Sulsel

MAKASSAR — Empat proyek “siluman” di Pemprov Sulsel ternyata sudah berjalan sejak 2020. Progresnya minim, sehingga dipaksakan berlanjut di 2021.

Kelanjutan proyek itu tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2021. Tetapi, sudah ada kontrak yang dibuat kepada para kontraktor untuk melanjutkan proyek tersebut tahun ini.

Empat proyek itu antara lain penanganan jalan ruas Burung-burung-Benteng Gajah-Carangki-Bantimurung sepanjang 2,5 km dengan anggaran Rp11, 4 miliar. Paket ini dimenangkan oleh PT Yabes Sarana Mandiri.

Kedua, ada juga proyek Jalan Solo Paneki dengan anggaran Rp22,9 miliar.

Dua paket lainnya berlokasi di kawasan Center Poin of Indonesia (CPI), yakni penanganan Jalan Kawasan CPI dengan anggaran Rp26,8 miliar oleh PT Tiga Bintang Groyasatana.

Kemudian jalur pedestrian Kawasan CPI yang dikerjakan oleh CV Sumber Reski Abadi senilai Rp1,4 miliar.

Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sari Pudjiastuti membenarkan hal itu. Empat paket proyek tersebut memang dianggarkan dan telah melewati tahapan tender pada tahun 2020.

Hanya saja, di 2021 proyek itu tidak lagi bisa ditender karena tidak masuk dalam DPA 2021.

“DPA adalah satu syarat atau dokumen yang harus dilaporkan pada saat pengumpulan tender, harus ada DPA nya. Kia tidak tender kalau tidak ada,” ucap Sari, Rabu (21/4/2021).

Kata Sari, seharusnya pekerjaan itu selesai di tahun 2020 sesuai kontrak. Kecuali dalam prosesnya ada kebijakan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memberi kesempatan jika pekerjaan tidak rampung jelang akhir tahun.

Biasanya, kontraktor diberi perpanjangan selama 50 hari kalender untuk menyelesaikan. Kebijakan itu diberikan untuk pekerjaan yang progresnya hampir rampung.

Sementara, kata Sari, proyek-proyek milik Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagian besar tahun pelaksanaan kontrak tunggal.

“Kalau tahun Tunggal dia harus berkontrak dan melaksanakan kontrak itu di tahun tunggal itu,” sebutnya.

Lain halnya dengan proyek kontrak tunggal yang progresnya hanya 20-30 persen. Harus diputus kontrak.

“Karena biasakan yang dipertimbangkan asas manfaatnya, kalau sedikit mami selesai sayang kalau tidak dikasi kesempatan. Kalau yang rendah harus putus kontrak,” sebutnya.(*)

Exit mobile version