JAKARTA – Hak anak atas pendidikan, mendapatkan makanan dan kesehatan, perlindungan, identitas, nama dan kewargaan bahkan hak anak atas kesamaan, rekreasi dan partisipasi anak adalah hak anak yang sangat fundanental. Hak tersebut tidak terpisahkan dari hak asasi manusia.
Demikian instrumen international PBB tentang Hak Anak mengaturnya dalam berbagai cluster yang wajib diimplementasikan dan negara terikat secara politis dan yuridis. Namun fakta tidak terelakkan dan menunjukkan bahwa situasi dan kondisi anak Indonesia belum menguntungkan.
“Situasinya sangat memprihatinkan dan membutuhkan tindakan nyata, kebersamaan bangsa dalam wujud aksi solidaritas nasional,” ujar Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada media di Jakarta, Sabtu (21/7/2018).
Baca Juga :
Menurut Arist, kasus-kasus kejahatan dan perampasan hak anak, kekerasan dan penelantaran terus terjadi dimana-mana. Bahkan sebarannya merata di desa dan di kota. Anak Indonesia saat ini menangis menghadapi situasi yang tidak menguntungkan.
Anak menjerit setiap hari menghadapi kekerasan seksual dan berbagai bentuk eksploitasi, penelantaran dan praktek diskriminasi. Arist menambahkan, sebagian anak-anak balita telah tergantung dan menjadi budak dari media sosial dan dunia maya yang berdampak memunculkan bentuk-bentuk kekerasan baru terhadap anak yang tersembunyi.
Tangisan anak dari berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hak anak yang nyata dan dihadapi anak membutuhkan tindakan nyata, bukan dijawab dengan kegiatan-kegiatan atau akvitas seremonial saja baik di tingkat daerah dan nasional. Seolah-olah tidak ada masalah dan seolah-olah pula anak Indonesia telah hidup bahagia.
Dan seolah-olah, anak-anak terbebas dari segala bentuk pelanggaran-pelanggaran hak anak dengan menunjukkan kegiatan instan dan projek. Seringkali masalah anak dijawab dengan menggukan jargon-jargon dan kegiatan-kegiatan seolah-olah tidak ada derita dan tangis anak Indonesia.
“Padahal nyatanya bahwa anak kita anak Indonesia masih terus menangis dan masih hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan perampasan kemerdekaan hak anak,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambah Arist Merdeka Sirait, dalam peringatan Hari Anak Nasional 2018, Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di seluruh Nusantara mendesak dan mendorong jangan melupakan tangisan anak Indonesia.
“Jangan mengalihkan tangisan anak-anak dengan kegiatan seremonilal semata serta memkampanye jargon-jargon seolah-olah anak Indonesia sudah terbebas dari pelanggaran hak anak dan merdeka!,” pungkasnya. (*/B)
Komentar