JAKARTA – Pernyataan CEO AirAsia mengenai tingginya harga bahan bakar avtur di Indonesia, yang disebut sebagai yang termahal di Asia Tenggara, telah memicu perdebatan publik. Isu ini menjadi semakin relevan ketika harga tiket penerbangan domestik mencapai titik tertinggi.
Pertamina seringkali menjadi kambing hitam di balik tingginya harga avtur. Heppy Wulansari, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, memberikan klarifikasi: “Harga publikasi avtur di Indonesia cukup kompetitif, dan setara atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan harga publikasi per liter di negara dengan lanskap geografis serupa,” ungkapnya pada 8 September 2024.
Indah IEAB (Institut Energi Anak Bangsa) juga menyoroti kekhawatiran tentang kepentingan global yang berupaya masuk ke Indonesia. Ia menambahkan, izin dari Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk swasta menjual avtur di dalam negeri dapat memperburuk situasi.
Indah menjelaskan bahwa avtur bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat. “Ada beberapa faktor lain, seperti pajak dan kondisi geografis Indonesia yang menimbulkan biaya tambahan,” katanya.
Selain itu, kurangnya kompetitor dalam industri penerbangan nasional menjadi masalah mendasar. “Industri penerbangan yang minim kompetitor berpotensi menciptakan praktik monopoli harga, yang merugikan masyarakat,” lanjut Indah.
Pajak tinggi dalam proses produksi dan distribusi avtur juga berkontribusi pada kenaikan harga. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dapat segera mengambil langkah bijak untuk menciptakan industri penerbangan yang lebih kompetitif dan adil bagi semua pihak. (*)