Logo Lintasterkini

Astaga, Bahaya Resistensi Antibiotik

Muh Syukri
Muh Syukri

Jumat, 22 Januari 2016 19:54

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Belum banyak yang tahu bahwa bakteri di tubuh bisa mengalami resisten terhadap antimikroba atau antibiotik. Resistensi antibiotik merupakan masalah serius. Apalagi, jika pasien mengalami multiresisten. Infeksi bakteri menjadi tidak bisa diatasi dengan semua generasi antibiotik.

“Resisten antibiotik membuat penyakitnya lama sembuhnya atau enggak sembuh-sembuh dan bisa menyebabkan kematian,” ujar Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba ( KPRA) Kementerian Kesehatan RI, dokter Harry Parathon dalam diskusi di Jakarta, seperti dikutip dari kompas.com, Kamis (21/1/2016).

Harry mengungkapkan, di Indonesia ada sekitar 135.000 kematian per tahun akibat resistensi antibiotik. Survei tahun 2013 di 6 rumah sakit di Indonesia menunjukkan, bakteri Escherichia coli dan Klebsiela pneumonia telah memproduksi enzim Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) sekitar 40-60 persen.

Hal itu menunjukkan bakteri telah resisten terhadap antibiotik. Lantas, bagaimana menyembuhkan pasien yang sudah kebal dengan antibiotik?

Menurut Harry, pengobatan pasien tentu tidak akan dipaksa dengan antibiotik. Namun, pengobatan pasien akan sangat lama di rumah sakit.

“Kemarin kami memulangkan pasien resisten yang dirawat 146 hari. Selama 46 hari saja diberi antibiotik. Selebihnya kita isolasi, kita beri makan yang bagus, sampai kekebalan tubuhnya bagus. Jadi masih ada harapan,” terang Harry.

Harry mengatakan, saat ini tengah dilakukan analisis data pola penggunaan antibiotik di rumah sakit. Menurut WHO, 50 persen penyakit yang selama ini diberikan antibiotik ternyata tidak perlu antibiotik.

“Operasi amandel, cesar, tumor jinak payudara tidak perlu antibiotik, sunat juga tidak perlu. Banyak operasi dan penyakit yang tidak perlu antibiotik,” ungkap Harry.

KPRA akan bekerja sama dengan pihak terkait untuk melakukan pelatihan mengenai resistensi antibiotik di 14 rumah sakit rujukan nasional, kemudian 110 rumah sakit regional dan provinsi.

Upaya itu dilakukan untuk menekan laju resistensi antibiotik di Indonesia. Sebab, untuk membuat antibiotik baru saja butuh waktu puluhan tahun. Jika resisten antibiotik tidak segera dikendalikan, dapat menjadi pembunuh terbesar di dunia pada tahun 2050. (*)

 Komentar

 Terbaru

News29 November 2024 23:10
Frederik Kalalembang Temui Kapolda Sulsel, Soroti PT Masmindo dan Apresiasi Keamanan Pilkada
MAKASSAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, mengadakan pertemuan dengan Kapolda Sulawesi Selatan, ...
News29 November 2024 20:45
Bumi Karsa Tuntaskan Penanaman 5.500 Pohon di Sulawesi, Jawa hingga Sumatera
MAKASSAR – Bumi Karsa kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Penanaman 5.500 pohon telah dilakukan pada berbagai pro...
Ekonomi & Bisnis29 November 2024 20:39
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, OJK Sulselbar-BPS Kembali Gelar SNLIK 2025
MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulsel Sulbar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel dan BPS Provinsi Sulbar ke...
News29 November 2024 14:04
PPDB Sekolah Islam Athirah Dibuka Mulai 1 Desember 2024
MAKASSAR – Sekolah Islam Athirah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 mulai 1 Desember 2024. Total kuota yang dis...