PINRANG — Terkait aksi protes puluhan sopir truk pengangkut bahan material tambang akibat akses jalan mereka yang dirusak dan ditutup oleh segelintir warga di Kelurahan Temmasarangnge Kecamatan Paleteang Kabupaten Pinrang, Rabu (21/10/2020), hal itu disikapi dengan cepat jajaran Polres Pinrang.
Baca Juga :
Kapolres Pinrang AKBP Dwi Santoso melalui Kasat Reskrim AKP Dharma Praditya Negara yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya segera terjun ke lokasi guna menenangkan para sopir truk dan menghindari adanya kemungkinan gesekan antar kedua kubu.
Baca Juga :
“Kita tenangkan agar meraka tidak mengambil langkah memaksa guna menghindari terjadinya bentrok dengan kelompok warga yang melakukan pengurusan dan penutupan jalan,” kata AKP Dharma Praditya Negara kepada lintasterkini.com, Rabu (21/10/2020) siang di ruang kerjanya.
Baca Juga :
Dharma menyebutkan, pihaknya sangat memahami kondisi para sopir truk yang harus kehilangan pekerjaan dan pemasukan akibat akses jalan operasional mereka dirusak dan ditutup.
Baca Juga :
“Kasus ini sudah kita tangani. Ini sudah ketiga kalinya kelompok warga tersebut melakukan aksi seperti itu. Insya Allah Minggu ini kita rampungkan berkasnya dan kita tingkatkan tahap penyidikan dan penetapan tersangka,” sebutnya.
Baca Juga :
Terpisah, Andi salah satu sopir truk yang dikonfirmasi di lokasi aksi
mengaku, ia bersama puluhan rekannya terpaksa mengambil langkah perlawanan dengan menggelar aksi.
Baca Juga :
“Kami berhenti bekerja akibat ulah sekelompok warga ini, dimana anak isteri kami di rumah juga butuh makan. Mereka harusnya memahami itu. Akses jalan ini sudah kita gunakan belasan tahun guna mengangkut material tambang seperti timbunan dan lainnya, kenapa baru sekarang baru ada yang komplain,” aku Andi.
Baca Juga :
Olehnya itu Andi berharap, aparat penegak hukum bisa segera menyelesaikan kasus ini agar mereka bisa kembali bekerja dan beroperasi seperti biasa.
Baca Juga :
Data yang dihimpun lintasterkini com, pengrusakan dan penutupan jalan ini dilakukan beberapa warga dari luar lokasi dengan mengatasnamakan warga setempat. Parahnya, jalan yang sudah belasan tahun digunakan sebagai fasilitas umum dan dilalui kendaraan truk pengangkut material, tiba-tiba diklaim sebagai jalan tani. Kelompok ini malah menuntut gani rugi sebesar Rp1,5 Miliar jika jalan ini ingin kembali dilalui oleh truk pengangkut material. (*)
Komentar