MAROS – Kapolda Sulsel Irjen Polisi Muktiono didampingi Ketua Bhayangkari Daerah Sulsel, Ny.Diana Muktiono berkunjung ke Polres Maros, Rabu (22/2/2017). Dalam kunjungan kali ini, Kapolda bersama Pejabat Utama Polda Sulsel dan pengurus Bhayangkari Daerah Sulsel disambut dengan jajar hormat, dan pengalungan bunga yang diberikan oleh Polisi Cilik (Polcil) di Mapolres Maros. Juga tampil Kasat Sabhara Polres Maros, AKP Abdullah menyambut kedatangan Kapolda dengan ikrar setia “Angngarru”.
Selain ikrar setia kepada pemimpin (Angngarru), dilanjutkan dengan sambutan tari-tarian adat Bugis-Makassar yang dilakukan oleh sejumlah anggota Polwan Polres Maros, memeriahkan kunjungan Kapolda Sulsel ke daerah berjuluk “Butta Salewanangang” ini.
Hadir dalam penyambutan kunjungan Kapolda Sulsel antara lain Bupati Maros, M Hatta Rahman, Dandim 1422/Maros, dan Lanud Sultan Hasanuddin, serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel.
Baca Juga :
“Kebersamaan ini saya harap bisa selalu terjaga, kita bisa karena bersama,” ucap Irjen Pol Muktiono.
Ikrar setia kepada pemimpin, yang disebut “Angngaru” yang dilakukan oleh Kasat Sabhara dalam menyambut rombongan Kapolda Sulsel, merupakan salah satu adat Makassar. Setiap perayaan hari jadi suatu kabupaten di Sulsel, selalu saja “Aru” ditempatkan sebagai bagian tak terpisahkan dari upacara penyambutan tamu, entah itu Kapolda, Gubernur, Bupati atau siapa saja yang dipertuan, yang mengendalikan atau memerintah orang banyak.
Aru’ yang dimaksud disini adalah upacara pengucapan ikrar atau sumpah dimana seseorang melompat dengan keris atau badiknya dan mengucapkan sumpah setia kepada pemimpinnya. Pada masa kerajaan, Aru biasa dipersembahkan kepada raja, atau dari pemimpin pasukan kepada panglimanya, dari bangsawan kepada rajanya.
Aru biasa juga dipersembahkan di hadapan pemimpin tamu atau raja/karaeng yang datang sebagai raja atau pemimpin sahabat atau pemimpin/raja yang lebih tinggi kedudukannya. Orang yang melakukan Aru disebut Angngaru’ (dibaca : ang-nga-ru’) berarti bersumpah, berikrar, menyatakan kesetiaan.
Seorang yang Angngaru’ haruslah berpakaian adat, mengucapkannya harus lantang, tegas dan sambil menghunus keris atau badik. Aru digolongkan sebagai salah satu jenis basa kabuyu-buyu (sastra tutur), serta sudah dikenal etnis Bugis dan Makassar sejak jaman kerajaan, bahkan berdirinya suatu kerajaan umumnya diawali dengan pernyataan ikrar/sumpah antara rakyat yang diwakili para pemimpin kaum (Toddoka/Anrong/Anang) dengan calon pemimpin atau rajanya, dalam hal ini Tomanurung, sebagai penguasa awal dinasti.
Aru dilakukan untuk berbagai kepentingan, seperti pengangkatan raja atau pemimpin, pergantian raja, pernyataan setia sebelum berangkat perang atau ikrar harapan akan sesuatu.
Berikut adalah contoh Angngaru (ikrar setia kepada pemimpin) : Karaengku ! Kipamopporammak jaidudu karaeng ! ri dallekang lakbirina, ri empoang matinggina ; ri sakri karatuanna, satuli-tuli kanangku karaeng ; panngainna laherekku, pappattojenna batengku ; beranjak kunipatekbak, pangkuluk kunisoeang ; Ikatte anging karaeng, na ikambe lekok kayu ; Ikatte jeknek karaeng, na ikambe batang mammanyuk ; Ikatte jarung karaeng, na ikambe bannang panjaik.
Irikko anging, na marunang lekok kayu ; Solongkok jeknek, namammanyuk batang kayu ; tekleko jarung, namminawang bannang panjaik; makkanamaki mae, na ikambe manggaukang. Mannyakbuk mamakik mae, na ikamba mappajarik ; punna sallang takammaya, aruku ri dallekanta ; pangka jerakku, tinraki bate onjokku ; pinra arengku, piassalak jari-jariku. Pauangi ri anak riboko, pasangi ri anak tanjari ; tumakkanaya, na taenna napparukpa ; sikammaji anne aruku ri dallekanta karaeng ; dasi na dasi nanitarima paknganroku ; Karena Allah Ta’ala ! Amin,
Artinya : Karaengku ! (Sebutan untuk Raja/Pemimpin) Maafkan hamba di depan kemulian tuan, yang tinggi dan agung Inilah yang sebenarnya ucapanku, Karaeng ; Apa yang diinginkan lahiriahku, yang diyakini hatiku. Parang yang kupakai menebas, Senjata yang kupakai mengayung. Engkaulah angin dan kami adalah dedaunan kayu, Engkaulah air, dan kami batang yang hanyut Engkaulah jarum, dan kami benang yang dipakai menjahit.
Bergeraklah angin dan kami akan mengikutimu. Mengalirlah air, dan kami akan mengikutimu Masukkanlah jarum, dan kami akan mengikutimu. Memerintahlah Karaeng, dan kami akan mengerjakannya Menyebutlah Karaeng, biarkan kami yang menentukannya. Jika kelak dikemudian hari, jika kusalahi ikrarku dihadapan Tuan Bongkar kuburanku, jangan lihat bekas kakiku Ubah namaku, pisahkan jari – jariku Sampaikan di generasi belakang, pesankan pada anak menjadi hina Yang berjanji, yang tidak menepati Demikianlah ikrarku di hadapan Tuan Semoga Tuan menerimanya Karena Allah Ta’ala ! Amin. (*)
Komentar