MAKASSAR – Sidang gugatan terkait pembatalan pasangan calon (paslon) Walikota dan Wakil Walikota Makassar, Moh Ramdhan “Danny Pomanto”-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) di Panwaslu Makassar memasuki babak akhir. Masing-masing tim hukum baik dari pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) selaku penggugat maupun KPU Kota Makassar sebagai tergugat dan pihak terkait dalam hal ini tim hukum pasangan DIAmi telah menyerahkan kesimpulan kepada majelis hakim persidangan.
Terkait adanya laporan gugatan dari pasangan Appi-Cicu, pengamat Pemerintahan, Luhur Prianto menilai peristiwa ini menjadi tantangan pihak Panwaslu Makassar untuk menggali kasus gugatan tersebut dalam proses persidangan yang berjalan. Untuk selanjutnya Panwaslu mengambil keputusan yang benar-benar adil.
“Saya kira ini bagian dari ajang Panwaslu Makassar untuk melihat bukti dari kedua belah pihak, dalam proses sidang yang terjadi beberapa hari ini. Panwaslu pasti profesional dalam kasus ini, apalagi kasus ini dapat berakibat pada didiskualifikasinya paslon,” kata Luhur, yang juga akademisi Unismuh Makassar.
Fenomena incumbent atau petahana menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang dianggap menguntungkan dirinya umum terjadi di daerah yang incumbentnya maju di Pilkada. Praktik tersebut dilakukan incumbent untuk kepentingan elektoral atau keterpilihannya.
Itulah sebabnya, ada undang-undang yang mengatur masalah tersebut. Aturan itu tertuang dalam UU Nomor 10 tahun 2016, Pasal 71 ayat 3 junto pasal 89 ayat 2 tahun 2017.
“Jika terbukti (incumbent-red) melanggar kewenangan dan program dilaksanakan secara terstruktur dan terjadinya sampai sekarang, maka sanksinya berat, yang bersangkutan dapat didiskualifikasi atau pembatalan sebagai calon,” jelas Luhur.
Dalam sengketa ini, Tim Hukum Appi-Cicu menggugat keputusan KPU Makassar. Kuasa Hukum Appi-Cicu, Anwar Ilyas, saat dikonfirmasi, Jumat (23/2/2018) menerangkan, pihaknya memasukkan gugatan pembatalan pencalonan DIAmi. Gugatan itu didasari pada beberapa macam dan jenis pelanggaran yang diduga dilakukan Danny Pomanto selaku Calon Wali Kota yang berstatus petahana.
“Kami melihat ada unsur yang digunakan Danny Pomanto sebagai petahana dengan menggunakan kekuasaannya dalam Pemerintahan yang menguntungkan dirinya sebagai calon Wali Kota,” jelas Anwar.
Item yang dimaksud yakni memanfaatkan jabatan Wali Kota dalam hal pembagian handphone kepada RT/RW dan proses pengangkatan dan pemberian SK tenaga kontrak yang dinilai sarat politik.
“Selain itu DIAmi juga dianggap menggunakan tagline 2x+✅ yang merupakan tagline Pemerintah Kota Makassar berdasarkan Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” pungkasnya. (*)