JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara tentang munculnya nama dua Menteri Kabinet Kerja dalam persidangan korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto. Kepala Negara menegaskan pentingnya menjunjung tinggi proses penegakan hukum karena Indonesia adalah negara hukum. Semua tuduhan harus dapat dibuktikan secara hukum berdasarkan fakta dan bukti kuat.
“Kalau ada bukti, ada fakta-fakta hukum, diproses saja,” ujar Presiden kepada para jurnalis di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara RI, Jakarta, Jumat siang, (23/3/2018).
Presiden menekankan, kedua menteri tersebut pasti akan bertanggung jawab jika memang ada bukti dalam proses hukum. Tapi, kata Jokowi, dengan catatan, semua itu harus berdasarkan fakta hukum dan bukti yang kuat secara hukum.
Baca Juga :
[NEXT]
Dalam persidangannya, mantan Ketum Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov) menyebutkan nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima masing-masing 500 ribu USD. Uang itu diduga dari proyek e-KTP. Kesaksian Setnov tersebut langsung ditepis oleh Puan Maharani yang menyebut tuduhan itu tidak berdasarkan fakta.
“Apa yang disampaikan beliau itu tidak benar, dan tidak ada dasarnya. Ini merupakan masalah hukum. Tentu saja harus berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada. Jadi bukan katanya, katanya, katanya. Jadi tidak benar apa yang disampaikan Pak SN,” tegas Puan di Kantor Kemenko PMK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (23/3/2018).
Saat disinggung soal Made Oka yang disebut Setnov sebagai orang yang memberikan informasi, Puan mengakui ia memang kenal dengan Made. Namun, menurut Puan, ia tidak pernah membicarakan masalah e-KTP.
Puan mengaku perkenalannya dengan Made hanya sebatas hubungan kekeluargaan saja. Sebab, orangtua Made Oka merupakan teman baik Presiden Soekarno, kakek Puan.
“Jadi itu merupakan teman keluarga Bung Karno. Itu kan banyak, jadi saya kenal Pak Made Oka, juga kakaknya, adiknya, saya kenal,” ujar Menko PMK itu.
Dalam persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, Kamis (22/3/2018) lalu, Senov sempat menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima aliran dana sejumlah masing-masing USD 500 ribu. Setnov mengaku mengetahui hal tersebut dari Made Oka yang melaporkannya saat ada pertemuan di rumah Setnov yang juga dihadiri oleh Andi Narogong dan Irvanto Hendra Pambudi. (*)
Komentar