JAKARTA – Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) adalah cara untuk mendapatkan gambaran tingkat pemahaman, tingkat pengetahuan dan ketrampilan dari masyarakat maupun tingkat penggunaan terhadap produk dan layanan Industri Jasa Keuangan.
“Tidak mungkin kalau tidak dilakukan survei nasional terutama literasi keuangan,” katanya Kusumaningtuti di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Sebelum melakukan survei, pihaknya membuat sebuah strategi nasional yang tujuan untuk membuat agar kegiatan dan tugas OJK bisa terlaksana, terstruktur dan terukur.
Baca Juga :
“Didalam strategi tersebut juga ditetapkan minimal ada peningkatan dalam setiap tahun itu literasi meningkat 2% dan inklusi meningkat 2% juga. Selain itu juga minimal dalam setiap tiga tahun dilakukan survei untuk mengupdate tingkat literasinya,” ujar Kusumaningtuti.
Menurutnya, hasil survei dimaksud menjadi masukan dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia yang di dalamnya juga terdapat aspek inklusi keuangan, yang menjadi pedoman bagi OJK dan industri jasa keuangan dalam melaksanakan kegiatan dalam upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia.
“Satu-satunya cara untuk mengetahui tingkat literasi hanya melalui survei, sedangan penggunaan (Inklusi, red) kita memiliki sarana lain yaitu dengan memperhatikan jumlah rekening yaitu dengan melihat penambahan jumlah rekening di lembaga jasa keuangan,” katanya menjelaskan.
Pertama kali OJK melaksanakan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) pada tahun 2013 yang mengasilkan literasi keuangan 21,84 persen dan indeks inklusi keuangan 59,74 persen.
“Jadi dari setiap 100 penduduk di Indonesia hanya 21 orang yang punya pengetahuan produk atau layanan jasa keuangan. Demikian pula, dari 100 penduduk Indonesia, hanya 59 orang yang memiliki akses terhadap produk atau layanan jasa keuangan,” katanya.
Sementara SNLIK kedua yang dilakukan OJK di seluruh provinsi yang mencakup 9.680 responden di 64 kota dengan mempertimbangkan gender, strata wilayah, umur, pengeluaran, pekerjaan dan tingkat pendidikan menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 29,66% dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82%.
“Peningkatan tersebut merupakan hasil kerja keras OJK dan Industri Jasa Keuangan, yang terus berusaha secara berkesinambungan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat,” kata Kusumaningtuti.
Otoritas Jasa Keuangan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 memiliki fungsi mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan sekaligus melindungi konsumen, khususnya dalam berinteraksi dengan industri jasa keuangan. Perlindungan masyarakat dalam konteks preventif memiliki aspek literasi dan edukasi keuangan dan capacity building yang membutuhkan strategi khusus dalam implementasinya. (*)
Komentar