Lintas Terkini

Pemilihan Ketua KNPI Pinrang Diduga Sarat Politis Dan Berbau Uang

Vebryan (kiri), ketua terpilih KNPI Pinrang periode 2017-2020 saat bersalaman dengan salah satu perwakilan organisasi peserta Musda

PINRANG – Meski telah berakhir dan melahirkan seorang ketua baru untuk periode 2017-2020, pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) KNPI Kabupaten Pinran byang berlangsung selama dua hari yaitu 23 dan 24 Nopember 2017 diduga sarat muatan politis dan berbau uang.

“Bukan hal baru lagi di negeri kita ini, dan juga Kabupaten Pinrang jika momen pemilihan seperti ini ditunggangi kepentingan politis dan juga menggunakan uang dalam mendapatkan suara dari kelompok pemilik suara. Apa yang bisa kita harapkan dari hasil seperti ini jika awalnya sudah tidak beres,” ungkap Hasrul, salah seorang pemuda di Kabupaten Pinrang yang dimintai tanggapannya.

Hal senada juga dilontarkan Anto, seorang pemuda lainnya. Menurut Anto, sebagai pemuda dari kalangan biasa yang tidak terlalu mengerti dunia politik maupun organisasi, biasanya jalur seperti ini hanya digunakan dalam memuluskan terwujudnya kepentingan kelompok atau golongan, dan itu belum tentu mengaspirasi keinginan dari seluruh pemuda di Kabupaten Pinrang.

“Ada berapa jumlah pengurus KNPI dan berapa yang memilih. Selama ini, kami tidak pernah merasa kepentingan atau kebutuhan kami sebagai pemuda Pinrang telah terwakilkan melalui KNPI Pinrang,” tandasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil Musda KNPI Pinrang tahun 2017, anggota DPRD Kabupaten Pinrang dari fraksi Hanura, Vebryan Sa’ad terpilih Sebagai ketua KNPI Kabupaten Pinrang periode 2017-2020 menggantikan ketua sebelumblnya, Abdul Wahid Nara.

Vebryan terpilih setelah mengalahkan rivalnya Andi Rusman Rustam dengan perolehan suara 31-22 (selisih sembilan suara). Pemilihan berjalan seru dan hanya diikuti dua kontestan, setelah salah satu Calon, Alamsyah Sa’ban Miru tiba-tiba mengundurkan diri beberapa saat sebelum tahap pemilihan dilaksanakan.

Informasi yang dihimpun lintasterkini.com dari arena pemilihan, kemunduran Alamsyah yang selama ini dijagokan sebagai kandidat terkuat dikarenakan sejumlah organisasi pendukung dan pengusungnya tiba-tiba berbalik arah dan meninggalkannya.

Informasi yang berkembang, berbaliknya haluan para pendukung Alamsyah diduga disebabkan masalah politis di Pilkada dan harga atau nilai satu suara dalam rupiah. Adapun harga satu suara di momen Musda ini berkisar antara Rp2 hingga Rp3 juta.

“Dengar-dengar nilainya seperti itu. Tapi hal seperti itu memang sangat sulit untuk dibuktikan karena sifatnya sangat tertutup saat terjadi transaksi dan tidak meninggalkan barang bukti seperti kuitansi. Hal seperti itu juga sudah menjadi rahasia umum dalam setiap momen pemilihan di negeri kita ini, jadi tidak ada gunanya dipersoalkan lagi,” ungkap salah seorang sumber yang ikut mengahadiri Musda, namun meminta namanya tidak dimediakan. (*)

Exit mobile version