Lintas Terkini

Pandangan Psikolog Ketika Bocah SD Dipaksa Mencuri di Sidrap

Muhammad Aksan, bocah SD yang dipaksa mencuri.

SIDRAP – Muhammad Aksan, seorang bocah yang masih berusia 14 tahun, Jumat (24/2/2017) nekat mencuri di Toko Bangunan Tirta jalan poros Parepare, Kelurahan Batu Lappa, Kecamatan Watang Pulu Sidrap. Aksi nekat Aksan yang masih tercatat sebagai siswa SD Negeri III Arawa Kabupaten Sidrap itu ditengarai atas perintah seseorang yang memang kerap menyuruh anak-anak di sekitar wilayah tersebut untuk melakukan aksi kejahatan pencurian.

Namun sayang, aksi pelaku yang coba mencuri dompet milik Sakariah (53 tahun) ketahuan. Aksan langsung diamankan dua anggota Unit Intel Kodim 1420 Sidrap yang kebetulan berada di toko tersebut untuk berbelanja alat listrik.

Sebelumnya, pelaku sempat diamankan ke Makodim 1420 Sidrap untuk dimintai keterangannya. Setelah anggota Kodim menginterogasi anak tersebut, ia selanjutnya di serahkan ke Polsek Watang Pulu Sidrap.

“Saat kami tanya, anak itu mengaku bahwa ada orang yang memaksanya mencuri. Ini bukan yang pertama kali, makanya kita akan koordinasikan dengan pihak kepolisian guna melakukan penyelidikan lebih lanjut,” kata Serda Supardi, anggota Inteldim 1420 Sidrap yang mengamankan pelaku.

Terpisah, Kapolsek Watang Pulu Sidrap, AKP Markus Rangga kepada lintasterkini.com, Sabtu (25/2/2017) mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti persoalan tersebut. Pasalnya, jika dibiarkan terus terjadi, maka watak anak itu akan rusak menjadi pencuri atau pelaku kejahatan lainnya jika kelak ia menjadi dewasa.

“Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus terjadi. Korbannya itu anak-anak dibawah umur dan dipaksa mencuri oleh orang orang yang tak bertanggung jawab. Orang yang memaksanya itu, yang akan kami cari,” singkat Markus.

[NEXT]

Aksi kejahatan pencurian yang dilakukan anak-anak, yakni anak yang usia di bawah umur memang kerap terjadi. Menurut Yudi Kurniawan, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang bahwa secara psikologis, perilaku mencuri pada anak bisa disebabkan oleh banyak faktor.

Ia menyebutkan, ada anak yang mencuri karena terdesak pemenuhan kebutuhan fisiologis (untuk makan misalnya), ada juga pencurian karena ingin mendapatkan perhatian dari orang lain, atau pencurian karena ingin mendapatkan sensasi rasa puas. Pencurian jenis terakhir termasuk dalam kategori kleptomania.

“Oleh karena itu, orangtua ataupun pihak berwenang sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor anak sebelum memberikan hukuman pada anak. Jika orangtua sembarangan memberikan hukuman, perilaku mencuri bisa jadi makin sering. Misalnya begini, ada orangtua yang mendapati anaknya mencuri uang. Karena marah, orangtua langsung memberikan hukuman pada anaknya. Bukannya berkurang, perilaku mencuri malah semakin menjadi-jadi,” papar Yudi Kurniawan, yang juga menjabat Sekretaris Ikatan Psikologi Klinis Jawa Tengah.

Ternyata motif mencuri si anak memang untuk mendapatkan perhatian orangtuanya, sehingga semakin diberikan hukuman, si anak semakin senang. Apa yang harus dilakukan agar anak tidak mencuri? Pertama, orangtua harus memberikan keteladanan. Terkesan klise, namun memang itulah cara terbaik. Orangtua yang baik akan menjadi guru sekaligus pahlawan pertama bagi anak.

Sebaliknya, jika orangtua bersikap buruk, maka mereka akan jadi racun pertama bagi anak-anaknya. Orangtua tidak boleh memiliki standar ganda dalam memberikan pujian atau hukuman. Standar ganda, terutama untuk perilaku yang keliru, akan membuat anak berpikir bahwa perilaku yang salah bisa mendapatkan toleransi.

[NEXT]

Cara kedua adalah dengan memberikan perhatian yang cukup pada anak. Kebutuhan anak tidak hanya fisik semata, namun juga ada kebutuhan emosional yang kerap dilupakan orangtua. Kebutuhan emosional dapat berupa pujian, sentuhan, pelukan, mendengarkan ketika anak bercerita, atau menemani anak bermain. Biasanya, efek dari kurangnya pemenuhan kebutuhan emosional tidak langsung terlihat.

Jika orangtua terus mengabaikan kebutuhan emosional anak, akibatnya baru terasa dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Dampaknya bisa beragam. Bisa jadi anak terus melawan keinginan orangtua, anak membuat onar di sekolah dan di rumah, atau melakukan tindakan melawan hukum (seperti mencuri, atau menggunakan obat-obatan terlarang). Semua perilaku tersebut berhulu pada kurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua terhadap anak.

Lalu apa yang harus dilakukan orangtua jika anak sudah terlanjur mencuri (atau perbuatan melanggar hukum lainnya)? Meskipun sulit, orangtua harus tetap bersikap wajar pada anak. Semakin orangtua marah, anak makin tidak mau terbuka.

“Ini persis dengan kondisi yang saya temui ketika anak diinterogasi oleh polisi. Saat ada anak yang menjadi tersangka pelanggaran hukum, polisi langsung bertanya dengan hal yang memojokkan anak dan membuat anak makin merasa bersalah. Akibatnya anak tidak mau bercerita. Cobalah untuk menerima anak, tanyakan dulu bagaimana perasaannya. Jika anak merasa tidak nyaman, ajak dulu mereka bermain. Saat anak sudah nyaman, mereka akan bercerita dengan sendirinya,” jelas Yudi lagi.

Jika anak sudah mengakui kesalahannya, cobalah untuk memeluk mereka dan sampaikan bahwa perilaku tersebut keliru. Ingat bahwa perilaku mencuri pada anak adalah akibat, sehingga sebabnya kemungkinan besar berasal dari sikap orangtua yang keliru. Jika perilaku mencuri dilakukan berulang kali dan dalam jangka waktu berdekatan, sebaiknya orangtua berkonsultasi dengan psikolog untuk mendiskusikan penanganan psikologis yang tepat. (*)

Exit mobile version