Lintas Terkini

LBH Pers Dampingi 3 Jurnalis Makassar Korban Dugaan Penganiayaan Oknum Polisi

Muhammad Darwin Fathir, salah satu jurnalis korban dugaan penganiayaan oknum aparat kepolisian di Makassar.

MAKASSAR — Tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar mendampingi tiga orang jurnalis yang menjadi korban dugaan tindakan penganiayaan oknum aparat kepolisian untuk melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel. Ketiga orang jurnalis yang menjadi korban pada saat meliput aksi unjuk rasa mahasiswa pada Selasa (24/9/2019) adalah jurnalis Muh Darwin Fathir (LKBN Antara), Saiful jurnalis Inikata.com/Sultra) dan jurnalis Makassar Today, Isak Pasabuan melaporkan kasus dialaminya di Mapolda Sulsel, Kamis, (26/92019).

Para korban ini didampingi tim LBH Pers Makassar serta beberapa jurnalis lainnya. Namun, pihak kepolisian, sebagaimana dirilis Antara.com, melarang saat jurnalis bermaksud meliput momen itu untuk mengambil gambar. Bahkan petugas meminta agar rekaman video di ruang SPKT dapat dihapus.

Sementara salah seorang korban pemukulan yakni Darwin terlihat masih mengenakan perban di kepala saat datang ke ruang SPKT Polda Sulsel. Korban yang merupakan jurnalis LKBN Antara ini mendapatkan perlakuan kekerasan dari oknum polisi tak jauh dari show room NV Hadji Kalla yang berada di dekat flyover. Saat itu beberapa teman jurnalis sempat melihat beberapa oknum petugas kepolisian memukulinya dengan pentungan.

Akibatnya, kondisi kepalanya berdarah dan di bagian perutnya terlihat bekas sepatu laras. Baju yang dikenakan berwarna putih motif juga terlihat jelas bekas tapak sepatu laras.

Selain Darwin dan dua wartawan lainnya yang mendapat perlakuan represif dari oknum aparat kepolisian, mahasiswa yang berdemo juga banyak yang mengalami luka-luka setelah bentrok dengan aparat keamanan. Setelah itu, barulah mereka dievakuasi ke RS Awal Bros yang merupakan rumah sakit terdekat.

[NEXT]

Kondisi Tiga Jurnalis Pasca Dugaan Penganiayaan

Tiga jurnalis di Makassar mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian saat meliput demo mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (24/9/2019) petang. Ketiga jurnalis itu, yakni Muhammad Darwin Fathir jurnalis Antara, Saiful jurnalis Inikata.com (Sultra), dan Ishak Pasabuan jurnalis Makassar Today.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Nurdin Amir menjelaskan kronologi pemukulan ini. Darwin, kata Nurdin, dikeroyok oleh polisi di depan kantor DPRD Sulsel. Dia ditarik, ditendang dan dihantam menggunakan pentungan di tengah-tengah kerumunan polisi.

“Padahal dalam menjalankan tugas jurnalistiknya Darwin telah dilengkapi dengan atribut dan identitas jurnalis berupa ID Card Antara,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/9/2019).

AJI Makassar, kata dia, telah memiliki bukti rekaman video dan foto yang menunjukkan pemukulan aparat ke Darwin. Menurut dia, sejumlah rekan jurnalis yang saat itu berusaha melerai tindakan kepolisian terhadap Darwin sama sekali tak diindahkan. Polisi bersenjata lengkap, lanjutnya, tetap menyeret dan memukul Darwin.

Pemukulan berhenti saat rekan-rekan jurnalis berhasil meraih Darwin dari kerumunan polisi dan dibawa menjauh. Darwin terluka di kepala dan bibir. Sedangkan, Saiful dipukul dengan pentungan dan kepala dibagian wajahnya oleh polisi.

Penganiayaan ini, kata Nurdin, diduga dipicu polisi yang tak terima saat Saiful masih memotret polisi yang memukul mundur para demonstran dengan gas air mata dan water cannon.

“Saiful telah memperlihatkan identitas lengkapnya sebagai seorang jurnalis yang sementara menjalankan tugas jurnalistik, peliput demonstrasi. Alih-alih memahami, polisi justru dengan tetap memukul Saiful,” ungkapnya.

Saiful menderita luka lebam, di mata kiri dan kanannya akibat hantaman benda tumpul aparat. Ishak juga dilarang mengambil gambar saat polisi terlibat bentrok dengan demonstran. Ishak, ujar Nurdin, diduga dihantam benda tumpul oleh polisi di bagian kepala.

Kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum,” kata dia. UU Pers juga mengatur sanksi bagi mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 UU Pers menyebutkan: ”Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

“Kami mendesak Kapolda Sulsel memproses tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera. Sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang,” kata dia.

[NEXT]

Polda Sulsel Meminta Maaf

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menegaskan akan melakukan penyelidikan dan evaluasi serta memberikan sanksi tegas kepadaanggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap sejumlah wartawan, termasuk LKBN Antara, Darwin Fatir saat peliputan demo mahasiswa di daerah itu.

“Saat ini semua anggota di lapangan masih bertugas dan nanti langsung kita lakukan evaluasi setelah unjuk rasa selesai,” kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani di Makassar. Ia mengatakan pada saat bentrokan terjadi banyak anggota terkadang tidak mengenali wartawan karena kurangnya identitas yang melekat pada diri wartawan.

Dicky berharap semua wartawan yang meliput di lapangan, apalagi unjuk rasa besar-besaran hendaknya memakai atribut lengkap. “Yang pertama sekali kami meminta maaf atas kejadian itu dan selanjutnya melakukan penyelidikan. Kami pastikan tindakan penganiayaan itu akan diproses sesuai dengan aturan,” kata dia. (*)

Exit mobile version