MAKASSAR – Eksekusi lahan Kodam VII Wirabuana seluas 2180 meter persegi dilakukan Pengadilan Negeri Makassar di Jalan Sungai Saddang Lr 7 berlangsung aman, Senin (27/1/2014).
Eksekusi berhasil dilakukan sekitar pukul 09.30 Wita, meski sempat terjadi aksi dorong antara warga dan aparat keamanan. Setelah situasi berhasil dikendalikan, pasukan TNI pun masuk ke lokasi dan mengosongkan 48 rumah yang dihuni 375 jiwa bekas wisma Dagara milik Kodam VII Wirabuana.
Ratusan anggota TNI membantu warga mengakut barangnya keluarga dan dikumpulkan di beberapa titik. Setelah barang sudah terkumpul, anggota TNI menaikkannya ke atas truk untuk dibawa ke tempat tinggal warga sementara.
Kepala Bagian Hukum Kodam VII Wirabuana, Kolonel CHK Abdul Rasyid yang dikonfirmasi mengatakan, warga awalnya menyewa lahan tersebut ke Kodam VII Wirabuana. Belakangan warga tidak mau membayar sewa dan mengajukan gugatan ke Pengadilan yang akhirnya dimenangkan Kodam VII Wirabuana.
“Sudah tiga kali disidang, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri Makassar hingga Mahkamah Agung. Tiga kali putusan pengadilan itu dimenangkan oleh Kodam VII Wirabuana. Bagaimana tidak dimenangkan oleh kami, karena warga hanya menyewa. Sejak Desember 2006 lalu, warga tidak mau membayar sewa lagi dan mengajukan gugatan itu ke Pengadilan,” kata Rasyid.
Dalam amar putusan itu, lanjut Rasyid, Pengadilan menghukum penyewa menyerahkan dan membayar sewa masing-masing kepada warga.
Menurut Rasyid, putusan itu sudah lama terbit dan ditunda eksekusi terkait pelaksanaan Pilgub Sulsel dan Pilwalkot Makassar.
“Kami tidak minta uang pengganti sewa Rp 20 juta itu, bahkan Kodam VII Wirabuana menyiapkan beberapa truk mengangkut barang-barang warga ke tempat yang akan ditinggalinya. Ini sudah sangat manusia sekali, bahkan kami memfasilitasi,” tandas Rasyid.
Saat eksekusi berlangsung, Anggota Komisi 1 DPR RI, Reza Rasyid Ali datang ke lokasi. Sempat terjadi perdebatan antara Reza dan sejumlah perwira Kodam VII Wirabuana. Politisi partai Demokrat yang mencalonkan diri kembali sebagai Anggota DPR RI ini mengira hanya tentara saja yang melakukan eksekusi, tanpa ada pihak pengadilan dan aparat kepolisian. (ish)