MAKASSAR – Aksi Cepat Tanggap (ACT) berikhtiar menjadikan Ramadhan tahun 1439 Hijriyah ini menjadi momentum untuk berbagi dengan sesama Umat Muslim dengan memberikan Ramadhan terbaik dalam berbagai program aksi kemanusiaan. Salah satunya melalui program Kapal Ramadhan, yang akan dilayarkan mengarungi tepian negeri, menyapa puluhan ribu keluarga di daerah-daerah miskin dan terkucilkan, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan masyarakat di tengah kota.
Untuk mengarungi wilayah-wilayah tertinggal di tepian negeri yang membujur panjang hingga ke wilayah Timur Indonesia, maka Kapal Ramadhan ACT akan mulai dilayarkan, Rabu, (30/5/2018). Kapal Ramadhan yang akan mengangkut dan mendistribusikan paket pangan di sejumlah daerah pelosok akan diberangkatkan mulai dari Dermaga Garonggong, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan.
Bercerita tentang wilayah Timur Indonesia, lembaran kisahnya selalu ramai dengan bentang lautan biru, deretan pulau-pulau eksotis, juga ribuan suku dan budaya lokal yang tak terkira nilainya. Sejak Indonesia merdeka, Jawa memang menjadi sentral, tapi rasanya semua orang Indonesia sudah memahami bahwa kekayaan Indonesia yang sebenarnya tersembunyi dalam tiap deret pulau-pulau di Timur Indonesia.
Namun, cerita tentang wilayah Timur Indonesia tak hanya tentang keindahan. Ada ironi yang bersanding dengan eksotisme. Mirisnya lagi, ironi itu merata terselip di tiap-tiap pulau, gunung dan daerah terpencil di pelosok Indonesia Timur.
Tak perlu berpikir panjang, deretan masalah sosial bertemu menjadi satu. Bahkan seringkali dibiarkan jenuh dan akhirnya terabaikan. Kemiskinan jelas menjadi masalah utama. Ditambah dengan akses transportasi yang terbatas.
Kalau tak ada kapal, jika ombak sedang meninggi, maka tak ada logistik yang terangkut hingga ke pulau-pulau terpencil. Kalau tak ada kendaraan umum yang mengangkut, harga-harga barang kebutuhan sehari-hari melonjak tak terjangkau. Belum lagi dengan dilema kekeringan menahun. Air bersih harus ditebus dengan lembaran rupiah yang tak
sedikit.
[NEXT]
Satu dari sekian luas deretan wilayah Timur Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan lembaran cerita yang lengkap. Angka statistik menuliskan, jumlah penduduk miskin di NTT hingga Bulan September 2017 mencapai 1.134.740 orang atau setara dengan 21,38 persen dari populasi.
Desa tanpa listrik sejak Indonesia merdeka, desa tanpa air bersih selama puluhan tahun, desa yang terpencil karena tak ada akses kapal yang menghubungkan. Semua tersuguh di bentangan wilayah NTT.
Ironi itu pun belum banyak yang berubah di hari-hari Ramadhan tahun 2018 ini. Selagi semarak berbuka puasa berulang setiap harinya di Pulau Jawa dan daerah maju lainnya di Wilayah Barat Indonesia, ratusan ribu keluarga Muslim di pelosok Wilayah Timur Indonesia, terutama di daerah terpencil di NTT, keseharian mereka berbuka puasa dalam sunyi.
Beranjak dari getir cerita yang tersaji di pelosok NTT, Aksi Cepat Tanggap (ACT) memulai ikhtiar untuk melayarkan Kapal Ramadhan. Sebuah perjalanan menjelajahi Indonesia Timur, menyapa puluhan ribu keluarga. Tujuan akhirnya untuk mendistribusikan paket pangan di desa-desa paling pelosok.
Vice President Aksi Cepat Tanggap, M. Insan Nurrohman memaparkan, Kapal Ramadhan membantu penyediaan bahan pangan untuk masyarakat miskin di Indonesia Timur. Diungkapkannya, Ramadhan berjalan di Indonesia Timur dalam kondisi serba terbatas.
“Disinilah peranan sesama anak bangsa untuk saling merangkul dan membantu kebutuhan dasar saudaranya di pelosok NTT,” ujar Insan.
[NEXT]
Insan mengatakan, Kapal Ramadhan akan memulai berlayar dari satu titik di Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Kapal kemudian akan berlayar di etape pertama menuju Pelabuhan Labuan Bajo. Di titik pemberhentian pertama ini, Kapal Ramadhan akan menurunkan logistik untuk belasan lokasi, antara lain meliputi Golo Lijun, Golo Lebo, Manggarai Barat, hingga ke Maumere.
“Di tiap titik pemberhentian, Kapal Ramadan akan menurunkan relawan. Paket-paket bantuan kemudian dinaikkan ke atas truk, juga kapal lebih kecil atau perahu motor, untuk dibawa ke tiap-tiap wilayah terpencil yang telah terdata. Jaraknya bisa lebih dari tujuh jam lewat darat dari Pelabuhan Labuan Bajo,” ujar Sri Eddy Kuncoro, Direktur ACT.
Setelah etape pertama dituntaskan, Kapal Ramadhan kemudian mengembangkan layarnya kembali mengarungi samudera biru menuju ke titik pemberhentian berikutnya, yakni Pelabuhan Kalabahi, Kabupaten Alor. Belasan titik pelosok kembali disambangi dengan truk atau perahu kecil.
“Distribusi akan dilakukan menyisir pulau-pulau kecil di sekitar Kabupaten Alor, antara lain Pulau Pura, Pulau Buaya dan sekitar Pantar,” tambah Kuncoro.
Tidak berhenti sampai di Alor, etape ketiga Kapal Ramadhan akan sampai tujuan terakhir di Pelabuhan Kupang. Di Tanah Timor, distribusi logistik Kapal Ramadhan dibawa melalui kapal motor dan truk-truk ke beberapa tujuan, antara lain Pulau Kera, Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, hingga ke Atambua di Perbatasan Timor Leste.
“Setiap paket pangan berisi bahan-bahan pokok, misalnya beras, gula, minyak, ikan asin dan beberapa lainnya. Total bantuan seluruhnya sekira 100 ton atau setara dengan 10.000 paket. Insya Allah Kapal Ramadhan juga membawa tim medis untuk melakukan pelayanan kesehatan di beberapa titik tujuan,” katanya. (*)