MAKASSAR –Â Realisasi kredit pembiayaan perumahan di Sulsel masih minim, karena pengembang menganggap nilai jual rumah yang ditetapkan Kementerian Perumahan Rakyat sangat rendah.
“Nilai jual rumah yang ditetapkan pemerintah hanya Rp88 juta per unit, sementara pengembangan menginginkan harganya diatas Rp100 juta per unit,” kata Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sulsel Raymon Arfandi di Makassar, Kamis (27/9/2012).
Dia mengatakan, harga jual pengembang yang diinginkan pengembang tersebut karena pertimbangan biaya operasional yang terus bertambah.
Akibatnya, lanjut dia, para pengembang lebih memilih memasarkan perumahan yang telah dibangun melalui kredit diluar Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), termasuk mengurangi pembangunan rumah tipe kecil atau Rumah Sangat Sederhana (RSS).
“Karena itu, jika Kemenpera menginginkan program FLPP di daerah berjalan efektif, maka harga jual rumah harus dinaikkan,” katanya.
Alasannya, jika harga jual rumah yang ditetapkan pemerintah Rp88 juta per unit, maka tidak ada pengembang yang bersedia membangun. Kondisi itu mempengaruhi rendahnya realisasi pembiayaan perumahan melalui FLPP dan juga berdampak pada tidak maksimalnya pemanfaatan sarana dan utilitas (PSU).
Terbukti hingga September 2012, diakui belum ada pengembang yang bersedia memanfaatkan likuiditas pembiayaan perumahan.
Sementara jika terbukti ada pengembang yang menggunakan fasilitas kedit lainnya, maka akan dikenakan sanksi finalti dengan bunga 7,25 persen per tahun.
“Kondisi itu membuat para pengembang menjadi dilematis dalam membangun perumahan, padahal disisi lain Kemenpera menggenjot pengembang untuk membangun,” katanya. (ant)
Komentar