PENARIKAN kendaraan bermotor yang diduga menunggak pembayaran terkadang menimbulkan permasalahan, beberapa diantaranya karena terdapat perbedaan catatan jumlah angsuran yang telah dibayar antara debitur dengan perusahaan pembiayaan, sehingga tidak ada titik temu untuk penyerahan kendaraan.
Ada juga kesalahan terhadap objek yang dilakukan penarikan yakni seseorang yang tidak pernah melakukan pinjaman kredit, namun akan dilakukan penarikan oleh oknum debt collector.
Bahkan yang sering terjadi yaitu adanya penarikan kendaraan bermotor oleh oknum debt collector disertai intimidasi, ancaman maupun kekerasan atau juga sebaliknya yaitu debitur mempertahankan kendaraan dengan alasan dan cara apapun, meskipun ia telah menunggak pembayaran kredit dalam jangka waktu yang lama.
Baca Juga :
Permasalahan diatas berujung pada tindakan main hakim sendiri baik yang dilakukan debitur terhadap debt collector, maupun penarikan paksa kendaraan oleh debt collector, sehingga kedua belah pihak sesungguhnya dalam posisi yang sama-sama dirugikan.
Guna mencegah dan menghindari adanya tindakan main hakim sendiri, perlu diketahui aturan hukum yang berlaku dalam penarikan kendaraan bermotor menunggak pembayaran oleh debt collector.
# Kelengkapan Dokumen Pada Saat Penarikan Kendaraan Bermotor oleh Debt Collector
Pertama perlu kita uraikan aturan hukum terkait kelengkapan dokumen yang wajib ada pada saat debt collector melakukan penarikan kendaraan bermotor sebagai berikut :
Penarikan kendaraan harus disertai Sertifikat jaminan fidusia Terhadap objek kendaraan bermotor yang menjadi jaminan kredit perusahaan pembiayaan, wajib didaftarkan jaminan fidusia oleh perusahaan pembiayaan.
Setelah dilakukan pendaftaran, maka terbit sertifikat jaminan fidusia yang memberikan hak dan kedudukan utama bagi perusahaan pembiayaan untuk menarik kendaraan apabila debitur menunggak.
Adanya sertifikat jaminan fidusia menjadi salah satu syarat bahwa :
“Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.”(Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/Pmk.010/2012.
Dengan demikian, sertifikat jaminan fidusia adalah salah satu dokumen wajib bagi debt collector untuk dapat melakukan penarikan, sehingga apabila tidak dapat ditunjukan pada saat melakukan penarikan, maka debitur berhak untuk menolak.
# Debt collector harus memiliki sertifikasi di bidang penagihan Sebelum dilakukan penarikan
Umumnya dilakukan penagihan lebih dulu dengan syarat bahwa pihak lain (debt collector) yang bekerjasama dengan perusahaan pembiayaan harus memiliki sumber daya manusia yang bersertifikasi dibidang penagihan sebagaimana ditentukan bahwa :
pihak lain tersebut memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.” (Pasal 48 ayat (3) huruf c Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/Pojk.05/2018.
Adanya sertifikasi dibidang penagihan secara tersirat memberikan bukti jika debt collector telah layak mengemban tugas melakukan penagihan karena mampu menjalankan tugas sesuai SOP dengan memperhatikan etika dan kenyamanan debitur.
Dengan demikian, apabila oknum debt collector pada saat melakukan penagihan atau penarikan tidak mampu menunjukan sertifikasi profesi dibidang penagihan, maka patut untuk ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
# Adanya surat peringatan sebelum melakukan penarikan objek jaminan fidusia
Surat peringatan berfungsi untuk mengingatkan debitur, bahwa ia tidak memenuhi kesepakatan sesuai yang diperjanjikan, sehingga adanya surat peringatan itu, diharapkan debitur dapat beritikad baik untuk memenuhi kesepakatannya sebelum dilakukan penarikan objek jaminan fidusia.
Selain itu juga, debitur juga memiliki hak sanggah apabila ketentuan dalam surat peringatan itu tidak sesuai atau tidak benar.
Dengan demikian, apabila telah diberikan surat peringatan namun debitur tetap tidak mempedulikan, maka debitur dianggap telah bersedia menerima konsekuensi apabila dikemudian hari dilakukan penarikan kendaraan bermotor yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana diatur :
penarikan agunan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memenuhi ketentuan : b. Konsumen sudah diberikan surat peringatan.( Pasal 64 ayat (2) huruf b Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023).
# Penarikan harus disertai surat kuasa dan identitas penerima kuasa (debt collector)
Bahwa debt collector merupakan pihak lain atau pihak ketiga yang bekerja mewakili kepentingan perusahaan pembiayaan sebagaimana telah diatur bahwa :
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib memastikan pihak ketiga yang bekerja untuk dan/atau mewakili kepentingan PUJK memperlakukan atau melayani Konsumen secara tidak diskriminatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”(Pasal 4 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023)
Bahwa oleh karena kedudukan debt collector sebagai pihak yang mewakili perusahaan, maka penarikan yang dilakukan oleh debt collector wajib disertai dengan surat kuasa.
Dengan adanya surat kuasa tersebut, sesungguhnya memberikan perlindungan bagi debitur maupun debt collector karena beberapa ketentuan :
Surat kuasa merupakan salah satu bukti jika benar perusahaan pembiayaan telah memberikan kuasa kepada debt collector untuk melakukan penagihan maupun penarikan, sehingga tanggung jawab ada pada perusahaan pembiayaan terbatas hanya pada yang dikuasakan ;
Apabila debt collector pada saat penagihan atau penarikan melakukan perbuatan yang tidak ditentukan dalam surat kuasa, maka beban tanggung jawab ada pada debt collector dan bukan pada perusahaan pembiayaan ;
Sebagai bukti jika pihak yang melakukan penagihan bukan pelaku kejahatan yang ingin mencoba mengambil kendaraan bermotor dengan modus seolah-olah menjadi debt collector yang menagih tunggakan kredit.
Berdasarkan uraian diatas, maka penagihan maupun penarikan oleh debt collector yang tidak disertai dengan surat kuasa tidak dapat dibenarkan karena merugikan debitur selaku konsumen dan juga bagi debt collector itu sendiri.
Selain kelengkapan dokumen sebagaimana telah dijelaskan diatas, masih terdapat 2 (dua) syarat tambahan yang harus dipenuhi sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 tanggal 31 Agustus 2021 dan Pasal 64 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen Dan Masyarakat Di Sektor Jasa Keuangan sebagai berikut :
terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi (ingkar janji menunggak pembayaran) dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh debt collector atau bahkan debitur itu sendiri dengan dibuatkan kesepakatan secara tertulis ;
Apabila debitur keberatan dan tidak menghendaki dilakukan penyerahan, maka Debt collector tidak dapat melakukan penarikan dan perusahaan pembiayaan harus melakukan gugatan wanprestasi lebih dulu melalui pengadilan negeri.
# Etika Penagihan dan Penarikan Kendaraan Bermotor yang menunggak pembayaran
Setelah diuraikan kelengkapan dokumen yang wajib dibawa dan ditunjukan oleh perusahaan pembiayaan melalui debt collector, maka hal penting yang kedua ialah etika perusahaan pembiayaan dalam melakukan penarikan kendaraan.
Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada Konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam memastikan tindakan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan:
tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Konsumen ;
tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal ;
tidak kepada pihak selain Konsumen ;
tidak secara mengganggu ;
terus menerus yang bersifat di tempat alamat penagihan atau domisili Konsumen;
hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat ; dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Konsumen terlebih dahulu. (Pasal 62 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023)
Sebagai informasi tambahan, penulis juga perlu memberikan pengetahuan umum secara berimbang adanya ancaman pidana yang dapat menjerat debt collector maupun debitur itu sendiri berkaitan dengan objek jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor sebagai berikut :
Salah satu contoh jerat pidana oknum debt collector yang tetap menarik kendaraan objek jaminan fidusia dengan cara melawan hukum.
Putusan Mahkamah Agung nomor 465 K/Pid/2013 tanggal 09 Juni 2014 :
Bahwa perbuatan Terdakwa merebut dan mengambil kunci kontak mobil Suzuki APV dari penguasaan Sudarto memenuhi unsur Pasal 368 ayat (1) KUHP ;
Bahwa faktanya Dedy Kurniawan tidak mau memenuhi isi perjanjian tersebut meskipun ia telah lalai, tidak membayar angsuran selama 7 (tujuh) bulan, Terdakwa baru membayar 9 (sembilan) kali, maka sesuai kesepakatan dan bertentangan pula dengan Pasal 30 Undang-Undang No.42 Tahun 1999, akan tetapi penarikan jaminan yang dilakukan oleh Terdakwa tidak memiliki kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tersebut (karena Terdakwa bukan petugas Kepolisian/ Pengadilan Negeri) sebagaimana dimaksud Pasal 200 ayat (1) HIR, oleh karena itu penarikan jaminan oleh Terdakwa untuk PT. Adira tersebut dilakukan secara melawan hukum ;
Bahwa atas penarikan mobil Suzuki APV oleh Terdakwa yang kemudian dibawa ke gudang PT. Adira Dinamika Multi Finance TBK tersebut Terdakwa mendapat upah atau keuntungan Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dari PT. Adira ;
Salah satu contoh jerat pidana bagi debitur yang yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kendaraan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia (perusahaan pembiayaan).
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2176 K/Pid.Sus/2013 tanggal 17 April 2024 :
Terdakwa telah terbukti menjual mobil dump truk kepada saksi Adi S. Padahal dump truk tersebut dibeli Terdakwa secara kredit dari PT. MNC dan belum lunas, ternyata setelah Terdakwa menjual dump truk tanpa sepengetahuan dan tanpa ijin dari PT. MNC, ternyata ada keterlambatan membayar angsuran selama 7 (tujuh) bulan yang mengakibatkan kerugian pada PT. MNC ;
Bahwa perbuatan Terdakwa sebagai pemohon kredit pada PT. MNC lalu menjual lagi barang/benda yang belum lunas kreditnya kepada orang lain adalah melanggar Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
Akhir kata darii Penulis, Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi tambahan dalam menyikapi dan menangani perkara “Penarikan Kendaraan Bermotor (Objek Jaminan Fidusia) Oleh DEBT COLLECTOR Disebabkan Tunggakan Pembayaran Angsuran”.
Oleh:
Ramdhan Dwi Saputro, S.H, M.H
Kasubsi A Kejaksaan Negeri Pinrang
*Redaksi Tidak Bertanggung Jawab Terhadap Isi Tulisan Opini ini. Tulisan menjadi Tanggung Jawab Penuh Dari Penulis
Komentar