JAKARTA – Fredi Budiman dan tiga terpidana mati kasus narkoba telah menjemput ajalnya di depan regu tembak di Pulau Nusakambangan, Jumat (29/7) dini hari kemarin. Fredi menjadi satu-satunya warga negara Indonesia yang termasuk dalam eksekusi gelombang ketiga tersebut.
Umumnya, terpidana mati yang dieksekusi diberikan kesempatan untuk melakukan permintaan terakhir. Termasuk, Fredi Budiman.
Fredi juga punya permintaan terakhir sebelum ditembak. Fredi menyampaikan keinginan terakhirnya saat bertemu kuasa hukumnya, Untung Sunaryo pada Rabu (27/7) di Nusakambangan.
Untung mengungkapkan, ada tiga keinginan Fredi. Yang pertama, Fredi meminta maaf ke seluruh masyarakat.
“Almarhum semasa hidupnya menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat, wartawan dan para aparat penegak hukum. Secara lebih khusus, permintaan maaf juga dia minta disampaikan kepada Kepala BNN, Budi Waseso,” kata Untung kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/7), seperti dilansir JPNN.
Yang kedua, Fredi sengaja mengajukan grasi dengan harapan punya kesempatan hidup lebih lama. Jika grasi itu dikabulkan, Fredi akan membayar kesalahannya dengan menjadi ustaz.
“Dia punya tujuan yang luar biasa mengagetkan dengan grasi itu. Kalau grasi dikabulkan, dia punya cita-cita jadi ustaz dari terali besi,” ungkap Untung.
Tapi melihat situasi yang berkembang, kata Untung, kliennya hanya bisa pasrah. Jika Tuhan berkehendak lain, maka Fredi pun tak kuasa menolaknya.
Sedangkan permintaan ketiga adalah agar Fredi dimakamkan di Surabaya. “Alasannya menurut Fredi, karena dia lahir di sana, merasa Arek Surabaya kan,” tuturnya.
Untung yang oleh Fredi sering dipanggil dengan sapaan ayah itu menegaskan, kliennya sebenarnya sudah dalam posisi benar-benar bertobat.
“Sejak ketemu saya enam bulan lalu, posisinya sudah dalam mendapatkan hidayah dari Allah,” pungkasnya. (*)