JAKARTA – Calon Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir menegaskan, Indonesia harus memiliki cetak biru (Blue Print) persepakbolaan untuk 100 tahun ke depan.
Cetak biru tersebut akan membimbing Indonesia untuk terus melangkah secara konsisten kearah yang tepat dalam membangun sepak bola yang kuat.
Langkah membuat cetak biru tersebut sukses dilakukan oleh Jepang. Kini, negara yang pernah belajar sepak bola ke Indonesia tersebut, justru mencatatkan prestasi luar biasa di Asia, bahkan masuk ke jajaran tim nasional elit di Piala Dunia.
Erick berbagi pandangannya tersebut melalui unggahan di Instagram, @erickthohir, pada Selasa (31/1/2023).
Menurutnya, Jepang telah lama memiliki Blue Print 100 tahun sepakbolanya. Mereka bahkan mengirim timnya untuk datang ke Indonesia dan melihat Liga Indonesia.
“Artinya apa? Ada sesuatu continuity yang harus bersamaan. Ini yang kita harapkan juga. Kita harus punya blue print. Jepang punya blue print 100 tahun sepakbolanya. Emang dia mikirin, siapa PM (perdana menteri) – nya, siapa menporanya, siapa ketua PSSI – nya. Tidak. Kenapa? Karena ini (sepak bola) bukan politik. Ini adalah olahraga,” tegas Erick.
Sepak Bola Berbudaya
Dia menambahkan, Jepang mengkombinasikan sepak bola dengan budaya mereka. Budaya yang tumbuh di negara dan masyarakatnya diterapkan pada sepak bolanya. Itu berlaku pada pemainnya, bahkan hingga pada para suporternya.
Budaya Jepang diterapkan para pemainnya dengan bermain tim, bukan individual. Sementara para suporternya telah mengejutkan publik global melalui perilaku terhormat mereka dengan membersihkan tempat mereka menonton sepak bola.
“Mereka sangat serius. Kalau kita lihat sepak bola Jepang itu, benar – benar culture – nya mereka. Cara mereka bermain, itu culture mereka. Gak ada individual. Apalagi kalau kita lihat bagaimana para suporter Jepang kasih lihat culture lagi. Bersih – bersih setalah nonton piala dunia. Loker pemain juga bersih. Nah itu kan culture yang disampaikan,” ujar Erick.
Menurut Erick, Indonesia sangat memiliki peluang untuk memajukan sepak bolanya, karena Indonesia juga negara kaya yang menjunjung tinggi kebudayaannya. Namun, Indonesia belum memiliki manajemen persepakbolaan yang solid dan berkelanjutan.
Dia menegaskan, persepakbolaan Indonesia tidak akan bisa maju jika tidak memiliki sistem dan kepemimpinan. Pengelolaan sepak bola yang memiliki kepemimpinan saja, namun tidak memiliki sistem, hanya akan membuat pengelolaan yang tidak memiliki keberlanjutan.
Sebaliknya, pengelolaan hanya hanya memiliki sistem atau SOP, namun tidak memiliki kepemimpinan, maka hanya akan membuat pengembangan persepakbolaan berada ditataran teori.
“Tidak mungkin perubahan itu terjadi tanpa ada SOP, sistem, dan leadership. Musti ada. Kalau hanya leadership ‘Wah (pemimpin) ini bagus nih’. Nanti (pada saat) dia diganti, dan gak ada sistemnya, rusak lagi. Atau ada sistem, tetapi gak ada pemimpinnya, percuma, bakal jadi makalah. Itu Indonesia paling seneng bikin makalah tebal – tebal,” pungkas Erick. (*)