Logo Lintasterkini

BPK dalam Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi

Muh Syukri
Muh Syukri

Senin, 31 Desember 2012 09:13

Joko Riskiyono
Joko Riskiyono

Joko Riskiyono

Krisis terus mendera bangsa dan negara kita Indonesia akhir-akhir ini sepertinya tidak berkesudahan malah semakin hari semakin mengkhawatirkan seolah tidak berujung dan berpangkal yaitu korupsi. Setiap tanggal 9 Desember yang merupakan peringatan hari antikorupsi sedunia seperti kurang greget dan dukungan dari instansi pemerintah selaku penyelenggara layanan publik adanya anggapan bahwa gerakan antikorupsi hanyalah urusan penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, dan komisi pemberantasan korupsi (KPK) sangatlah keliru dan menyesatkan sehingga kekhwatiran bahwa gerakan antikorupsi seperti mati suri bisa jadi benar bisa juga salah.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Nomor VIII/MPR/2001  tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pasal 2 ayat(3) yaitu: “Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai dugaan parktik korupsi, kolusi, dan  nepotisme yang dilakukan oleh penyelenggara negara, birokrat, dan anggota masyarakat”, artinya publik diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Kendala teknis yang dihadapi oleh publik atau kelompok civil society (organisasi masyarakat sipil) untuk bersama-sama melakukan pemberantasan dan pencegahan korupsi utamanya pada data atau informasi berkaitan dengan pertanggungjawaban dan pengelolaan keuangan negara baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah darah, badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta perusahaan swasta sebagian kekayaannya bersumber dari APBN dan APBD.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) sebagai satu-satunya auditor negara yang malaksanakan fungsi pengawasan eksternal yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 Bab VIIIA Pasal 23E, menentukan bahwa : “(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri; (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya; (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.” Pasal 23F menentukan bahwa: (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden; (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota; Pasal 23G menentukan bahwa: “(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

Luasnya jangkau fungsi pemeriksaan dan tugas BPK sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri untuk memeriksa dan meminta pertanggungjwaban keuangan negara semakin luas mengutip pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie ada tiga perluasan: Pertama, perluasan dari pemeriksaan atas pelaksanaan APBN menjadi pemeriksaan atas pelaksanaan APBN dan APBD serta perngelolaan keungan dan kekayaan negara dalam arti yang luas. Kedua, perluasan dalam arti hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak saja dilaporkan kepada DPR ditingkat Pusat tetapi juga kepada DPD dan DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota sesuai dengan tingkat kewenangannya masing-masing. Ketiga, perluasan juga terhadap terhadap lembaga atau badan/badan hukum yang menjadi obyek pemeriksaan oleh BPK, yaitu dari sebelum hanya terbatas pada lembaga negara dan atau pemerintahan yang merupakan subyek hukum tata negara dan atau subjek hukum administrasi negara meluas sehingga mancakup pula organ-organ yang merupakan subjek hukum perdata seperti perusahaan daerah, BUMN, ataupun perusahaan swasta dimana didalamnya terdapat kekayaan negara, perluasan ini tercermin dalam rumusan UU tentang Keuangan Negara (Jimly Assiddiqie 2006:196).

Kekuasaan yang begitu luas dimiliki oleh BPK sebagaimana diatur dalama Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yaitu : “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara”, Peran BPK sebagai lembaga negara yang diberi mandat konstitusi untuk memeriksa pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi menjadi begitu penting dan strategis.

Seperti diketahui dua perkara skandal mega korupsi  yaitu Century dan Hambalang yang menjadi perhatian publik terdapat kerugian keuangan negara yang bersumber dari APBN  untuk pemberian dana talangan Bank Century negara dirugikan sebesar Rp.6, 7 triliun sedangkan untuk Hambalang kerugian negara sebesar Rp. 253 milyar dari dua perkara tersebut merupakan temuan hasil audit investigasi yang dilakukan oleh BPK-RI serta masih banyaknya laporan hasil pemeriksaan BPK ditemukan penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjwaban keuangan negara yang bermuara pada kerugian negara sehingga menjadi dasar dan bahan serta petunjuk bagi aparat penegak hukum untuk selanjutnya menindaklanjuti apabila terdapat dugaan tindak pidana korupsi. Penyimpangan dan pengelolaan keuangan negara dari hasil audit BPK tidak mesti berindikasi tindak pidana korupsi bisa juga terdapat potensi kebocoran atau kerugian dikarenakan dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan aset negara tidak memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good government) dan prinsip transparansi tata kelola keuangan.

Keberadaan BPK sebagai external auditor dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan dan penggunaan keuangan negara serta penilaian terhadap hasil pemeriksaan, seharusnya menjadi rujukan para penyelenggara negara untuk melakukan upaya pencegahan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan atau aparatur birokrasi. Pencegahan korupsi berjalan evektif apabila upaya pengawasan baik pengawas internal yaitu inspektorat dan pengawas eksternal saling bekerjasama melaksanakan cheks and balances sehingga tercipta pengawasan yang saling mengawasi, maka upaya BPK-RI dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi menjadi lebih penting bukan sebagai auditor eksternal semata tetapi badan yang berperan dalam upaya pecegahan korupsi yang semakin hari semakin menggerogoti penyelanggaraan pemerintahan sehari-hari.!

Joko Riskiyono
Mahasiswa S-2 Hukum Kenegaraan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

 Komentar

 Terbaru

Nasional24 Oktober 2024 20:04
Bakamla RI Intercept China Coast Guard Coba Masuk Kembali ke Wilayah Yurisdiksi Indonesia
Berselang satu hari, Kapal China Coast Guard (CCG) 5402 kembali memasuki wilayah Yurisdiksi Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara, pada Kamis (24/1...
Pemerintahan24 Oktober 2024 18:12
Bupati Adnan Minta Alat Kelengkapan Dewan Segera Dibentuk
GOWA – Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan didampingi Wakil Bupati Gowa, Abdul Rauf Malaganni, menghadiri Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pimpi...
Pendidikan24 Oktober 2024 18:06
FK Unhas-LUMC Belanda Gelar Research Internship 2024, Fokus Penelitian Infeksi pada Siswa SD di Kota dan Desa
MAKASSAR -Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK UNHAS) kembali menggelar program Research Internship 2024 sebagai bagian dari kerjasama denga...
Pemerintahan24 Oktober 2024 16:30
Pjs Wali Kota Makassar Ucapkan Selamat Kepada Anggota DPRD Baru, Tekankan Amanah dan Tanggung Jawab
MAKASSAR – Pjs Wali Kota Makassar, Andi Arwin Azis, menyampaikan ucapan selamat kepada anggota DPRD Makassar yang baru saja dilantik dalam Rapat...