MAKASSAR – Menristek Dikti, Mohamad Nasir akan menginstruksikan kepada seluruh rektor perguruan tinggi agar menggeser Mata Kuliah Umum (MKU) Pendidikan Agama dari semester I (awal) ke semester akhir perkuliahan. Hal itu dilakukan dengan dasar pertimbangan mencegah mahasiswa terjerumus dalam paham-paham radikal dan ekstrim, yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi mahasiswa.
“Saya akan perintahkan para rektor agar mata kuliah umum Pendidikan Agama jangan ditawarkan di semester satu, tapi di semester tujuh, agar tercipta kristalisasi pengetahuan yang dimiliki akan lebih baik lagi, agar mahasiswa fokus dulu pada bidang sains dan teknologi,” ujar Moh Nasir.
Menristek Dikti, Moh Nasir menyampaikan hal itu saat menghadiri deklarasi Konsorsium PTN Kawasan Timur Indonesia Menolak Paham Radikalisme di Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (16/6/2017).
Baca Juga :
Ia juga menyinggung pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), agar kampus tidak boleh terjangkiti pengaruh ormas tersebut. Kata dia, mahasiswa harus berpikir Pancasila, UUD 1945, NKRI dengan wawasan Bhinneka Tunggal Ika untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Pelarangan aktivitas HTI di kampus dinilai Nasir bukan sebagai upaya menghalangi kebebasan berpikir mahasiswa. Meski demikian, Nasir tidak membantah bila anggota HTI banyak dari kalangan mahasiswa.
“Kebebasan berpikir dipersilakan sepenuhnya, tapi bukan berpikir menjadi radikalis, mimbar bebas boleh saja tapi di bidang akademik sepanjang mengembangkan nasionalisme, peningkatan mutu pendidikan tinggi ke depan,” ujarnya.
Deklarasi Konsorsium PTN se-KTI ini dilaksanakan di Baruga Prof. Amiruddin Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam deklarasi Konsorsium PTN se-KTI dibacakan Rektor Universitas Mulawarman, Prof Dr Masjaya.
Sejumlah pejabat turut hadir, diantaranya Wakapolri Komjen Pol Syafruddin, Kapolda Sulsel Irjen Pol Muktiono, Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Endi Sutendi, Rektor Universitas Hasanuddin, Prof Dwia Ariestina Pulubuhu dan Rektor Universitas Negeri Makassar, Prof Husain Syam. (*)
Komentar