JAKARTA – Pemecatan yang dilakukan sepihak oleh PT Galenium Pharmasia Laboraties mendapat perlawanan dari karyawan. Perusahaan farmasi yang berdiri sejak tahun 1992 dan dikelola oleh generasi kedua, Juzuardi Joesoef diduga melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.
Hal itu dikemukakan perwakilan karyawan yang menjabat Kepala Divis HRD sejak Februari 2015, Uzuan Fajaruddin M dalam konferensi pers di Sekretariat Forum Pers Independen Indonesia (FPII) di Jalan Rawajati Timur I nomor 2, Jakarta Selatan, Rabu (31/5/2017). Perwakilan karyawan ini memberi keterangan pers didampingi Ketua Presidium FPII, Kasih Hati, serta dihadiri sejumlah awak media.
Uzuan Fajaruddin M mengakui dirinya sudah melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian. Dikatakan, bahwa sejak mempolisikan pihak perusahaan, dirinya sudah berulang kali mendapat panggilan dari pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya untuk memberi keterangan.
Baca Juga :
“Saya sudah berkali-kali mengurus kasus ini ke Polda Metro Jaya. Namun saya kecewa, karena penyidik akhirnya melakukan penghentian penyidikannya dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) bernomor : B/6249/IV/2017/Datro,” ucap Uzuan Fajaruddin M.
Ironisnya, proses penyidikan pada saat gelar perkara dilakukan, pihak pelapor tidak dihadirkan hingga proses penyidikan dihentikan. Tuntutan Uzuan bersama sejumlah karyawan yang dirumahkan sederhana dan cukup realistis, yang hanya meminta alasan kepada pihak PT Galenium terkait pemecatan dirinya bersama rekan-rekan kerjanya yang lain.
“Saya juga heran laporan saya seolah-olah berat sebelah. Padahal saat di-BAP, saya laporkan terkait gaji yang tidak saya terima pada Bulan November 2016,” keluhnya, seraya menambahkan bahwa surat PHK diberikan lima belas menit sebelum pulang dan perlengkapannya masih di kantor.
[NEXT]
Diketahui omzet PT Galenium per bulan mencapai Rp.10 milyar sampai Rp.15 milyar. Menanggapi hal tersebut, Ketua Presidium FPII, Kasih Hati mengutarakan jika kasus yang dialami Uzuan Fajaruddin M merupakan perampasan hak pekerja oleh perusahaan yang menganggap hukum dapat dibeli.
“Kami menganggap ada indikasi permainan atas penanganan kasus saudara Uzuan. FPII akan mendampingi kasus tersebut yang akan diwakili oleh Deputi Advokasi Wesly Sihombing,” tegas Kasih Hati.
Ditambahkannya, sebab perusahaan dapat melakukan pengecualian berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang memproses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lainnya. Namun anehnya, dalam kasus ini, perusahaan sudah jelas merampas hak karyawan, tetapi justru merasa tidak bersalah.
“Ditambah lagi proses penyidikan di Polda Metro Jaya yang dihentikan. Lantas timbul kecurigaan ini, kami menduga ada main mata antara perusahaan dan oknum penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,” pungkasnya. (*)
Komentar