LINTASTERKINI.COM – Tahun 2019 ini merupakan tahun politik, dimana akan menjadi ajang beradu kekuatan dan strategi antara para kontestan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun antar para politisi yang bertarung menduduki kursi legislatif. Helatan pemilu tersebut dijadwalkan tanggal 27 April 2019 nanti.
Berbagai cara dilakukan oleh tim pemenangan baik saat berkampanye, melakukan blusukan, menyampaikan visi misi di setiap kesempatan saat berbaur dengan rakyat. Mereka tidak mengenal waktu, cuaca dan iklim untuk terus mendekati dan menarik simpatik dari rakyat.
Sebagai warga negara yang akan memilih nantinya, kita harus lebih cerdas dalam menetapkan pilihan saat pesta demokrasi pemilu tersebut. Sebaiknya, masyarakat lebih luas memiliki sumber referensi dan informasi, tidak mudah terprovokasi di tengah perkembagan tekhnologi informasi yang cukup pesat.
Baca Juga :
Dengan pemberitaan atau informasi yang belum tentu benar atau lazim disebut hoaks (baca : hoks), masyarakat haruslah pandai-pandai memilah-milah sumber informasi, dan mengecek kebenarannya. Hal itu sangat perlu diperhatikan, mengingat setiap saat, detik demi detik, banyak informasi yang tersaji melalui jejaring-jejaring sosial, seperti media sosial atau media konvensional.
Terkait informasi politik, masyarakat masih banyak mengonsumsi berita yang belum tentu benar atau berita hoax yang akibatnya membentuk berbagai perspektif di masyarakat, terutama masyarakat awam.
Hoax dan politik saat ini memang saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan antara konten politik yang membentuk hoax atau hoax yang mempengaruhi politik. Berdasarkan data Mafindo selama periode Juli-September 2018, ada 230 hoax terverifikasi, sebanyak 58,7 persen diantaranya bermuatan politik.
Saat ini di media, khususnya media sosial, kita bisa melihat bagaimana para warganet, saling menjatuhkan satu sama lain, mengujar kebencian, mengeluarkan sumpah-serapah, bahkan sampai melanggar unsur SARA. Warganet saling berbalas argumen sesuai selera masing-masing Ketika mereka mendapatkan informasi yang menjatuhkan tokoh politik yang mereka jagokan.
Tidak hanya media sosial, pada media konvesional juga cenderung melakukan keberpihakan politik. Sehingga perspektif masyarakat setiap harinya terus berubah-ubah. Seharusnya penyebaran informasi hoax bisa ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) atau pihak-pihak penegak hukum dengan memberikan efek jera bagi pelaku dan penyebar hoax.
Masyarakat juga bisa membantu dengan tidak meyebarkan informasi hoax dengan lebih teliti, seperti berhati-hati dengan judul provokatif, mencermati alamat situs, memeriksa fakta, mengecek keaslian foto dan aktif mengikuti diskusi-diskusi yang membahas soal hoax.
Dengan begitu aktualisasi politik bisa berjalan efektif, sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan. Tentunya akan lebih banyak memberi dampak positif dari pada negatif dan lebih mementingkan suasana damai antara satu dengan yang lainnya.
Sekarang, telah menapaki tahun politik, dimana kondisi tanah air sedang panas-panasnya. Maka itu, sebagai rakyat yang memiliki kedewasaan berdemokrasi, kita harus pandai dalam memilah-milah berita, terutama soal isu-isu politik itu. Karena jika tidak, bisa saja kita akan ikut terperdaya oleh mereka yang menginginkan suara-suara kita dengan cara-cara menggiring opini masyarakat melalui isu-isu hoax yang disebarluaskan. (*)
Komentar