JAKARTA – Pemangkasan suku bunga acuan membuat bunga simpanan terus menyusut dan membuat nasabah kelas menengah pun gelisah. Pasalnya, mereka tak bisa lagi mengharapkan imbal hasil yang menarik dari simpanan deposito di bank.
Pada Bulan Oktober lalu, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan 7 days (reverse) Repo Rate sebesar 25 basis poin dari sebelumnya 5% menjadi 4,75%.
Wellian Wiranto, ekonom PT OCBC Bank Tbk mengatakan, kebijakan ini menyebabkan suku bunga deposito per Oktober turun 108 basis poin. Meskipun bunga kredit baru turun 60 basis poin.
Baca Juga :
Dengan begitu cepatnya bunga deposito turun, potensi penyusutan imbal hasil juga semakin besar. Apalagi, menurut Wellian, sebelum pergantian tahun suku bunga acuan masih berpeluang turun lagi.
“Saya melihat masih ada peluang penurunan suku bunga acuan meskipun kecil,” katanya di Jakarta belum lama ini.
Ka Jit, Head of Individual Costumer Solution OCBC NISP juga berpendapat senada. Menurutnya, meskipun suku bunga sudah amat rendah tapi peluang untuk turun satu atau dua kali masih terbuka. Ekspektasi tersebut bisa diartikan imbal hasil deposito ke depan semakin menyusut.
Sebagai gambaran, rata-rata imbal hasil deposito perbankan saat ini sekitar 6%-7%. Adapun, suku bunga penjaminan saat ini 6,25%.
Hal ini membuat nasabah kelas menengah yang sudah terbiasa menaruh uang dan hanya memetik bunga tiap bulan, kini menjadi gelisah. Gelagat tersebut mulai terlihat sejak Juli lalu di mana beberapa nasabah mulai banyak yang bertanya soal prospek di obligasi, reksadana, dan asuransi.
“Dampaknya ke nasabah yang sudah terbiasa dengan bunga 10% harus sudah mulai mengubah cara mereka mengelola uang. Kalau tidak akan banyak sekali terjadi opportunity loss,” katanya.
Apalagi, sambungnya, kelas menengah yang punya uang banyak harus mulai mencari cara mengalokasikan uangnya. Ka Jit menyebut peluang terbesar ada di pasar modal.
Alasannya, kebijakan bunga rendah akan berdampak ke sektor riil. Dengan demikian bila nasabah mengalihkan dananya ke sana maka investasinya akan berefek.
“Nasabah kami sarankan untuk mengalokasikan investasinya ke sana karena ekspektasi suku bunga cenderung akan turun,” terangnya.
Namun, untuk nasabah yang belum siap terjun langsung ke pasar modal, bank asal Singapura ini tetap menyediakan solusi untuk mengamankan return dengan cara mengunci suku bunga deposito di 7%. Hanya saja cara ini lebih cocok untuk jangka pendek.
Sedangkan untuk jangka panjang ada disarankan beralih ke obligasi, reksadana, dan bancassurance. Hal serupa juga dirasakan oleh manajemen PT Bank Mayora. Jap Chin Ping, Direktur Bisnis Bank Mayora, mengatakan, dengan terus turunnya suku bunga deposito, peluang bisnis wealth management terbuka lebar.
Dia menjelaskan saat ini masyarakat mulai mencari alternatif investasi selain deposito yang bisa memberikan imbal hasil lebih baik. Dan kelompok masyarakat tersebut biasanya kelas menengah.
“Sebenarnya semua lapisan bisa, tapi yang bisa menyimpan kan kelas menengah. Jadi sasarannya di situ,” ujarnya.
Untuk jenis produk, Bank Mayora mengandalkan obligasi ritel Indonesia (ORI). Selain itu, mereka juga memasarkan sukuk, meski masih berstatus sebagai sub agent. Di samping itu ada juga reksadana pendapatan tetap, dan bancassurance. (*)
Komentar