JAKARTA — Untuk menegakkan diagnosis pasien yang terduga terinfeksi Covid-19 dibutuhkan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan metode deteksi molekuler/Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) seperti pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Pemeriksaan RT-PCR yang dilakukan oleh rumah sakit atau laboratorium saat ini memiliki tarif yang bervariasi. Dengan tarif yang berbeda-beda ini sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi seluruh pihak terkait dalam pelayanan pemeriksaan RT-PCR.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan perlu menetapkan standar tarif pemeriksaan RT-PCR. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), dan disahkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir, Senin 5 Oktober 2020.
Baca Juga :
Prof Kadir sebagaimana dirilis sehatnegeriku.kemkes.go.id mengatakan, penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya.
“Memang penetapan batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR ini perlu kita tetapkan. Penetapan batas tarif ini melalui pembahasan secara komprehensif antara Kemenkes dan BPKP terhadap hasil survei serta analisis yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan,” katanya.
Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp.900 ribu. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri/mandiri.
Batasan tarif tertinggi itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien COVID-19.
Terhadap harga yang telah ditetapkan ini, lanjut Prof. Kadir, BPKP dan Kemenkes akan melakukan evaluasi secara periodik dengan memperhitungkan perubahan harga dalam komponen pembiayaan.
“Untuk itu kami meminta kepada seluruh dinas provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pengawasan terhadap fasilitas layanan kesehatan dalam hal pemberlakuan harga tertinggi pengambilan swab PCR,” tutur Prof. Kadir. (*)
Komentar