JAKARTA – Memasuki era revolusi industri 4.0, kemampuan pengolahan data menjadi sebuah hal penting yang harus dikembangkan bersama. Pengelolaan data yang kurang terukur kerap menyebabkan miskoordinasi, termasuk juga antar instansi pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan.
Hal itu disampaikan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho dalam Forum Learning from The Experts: ‘Are We Ready for Data Driven Journalism?’ di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin, (7/5/2018).
Yanuar menekankan, di era baru ini, pengumpulan data tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi seluruh lapisan masyarakat. “Di sinilah, solusi digital dari publik dapat menjadi bagian pemecahan masalah pada pembangunan berkelanjutan,” kata Yanuar dengan mencontohkan penggunaan web dan aplikasi gawai untuk menyediakan informasi teknologi pada rantai suplai komoditas.
Baca Juga :
Akademisi dari Institute of Innovation Research, Manchester Business School ini kemudian memaparkan tantangan revolusi digital di Indonesia, antara lain bagaimana menyinkronkan antara kebutuhan konsumsi teknologi informasi dan penyediaan kapasitas produksinya. Dicontohkan, saat ini ketergantungan masyarakat pada platform digital semakin tinggi, sementara disisi lain, Indonesia berada pada kondisi darurat tenaga programmer.
“Dari seluruh sarjana kita, hanya ada 2,4 persen yang lulusan bidang sains komputer. Dan angka itu terus turun,” kata Yanuar.
Untuk itu, Yanuar menguraikan, beberapa langkah dilakukan pemerintah dalam merespon revolusi industri 4.0 Diantaranya dengan mereformasi sistem pendidikan, meningkatkan peluang wirausaha, menggunakan jaringan untuk meningkatkan investasi, serta menciptakan insentif pajak yang fair.
Juga hadir dalam diskusi setengah hari ini, jurnalis data The Age Australia Craig Butt, CEO Katadata Metta Dharmasaputra, dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, Andina Dwifatma. Tekait trend ‘jurnalisme data’, Metta menekankan, saat ini kita memasuki masa ‘beyond journalism’.
“Di era digital, data dan informasi ibarat air bah. Karena itu, cara tepat diseminasi data menjadi penting,” kata Metta.
Metta menyatakan pentingnya konten berbasis data dan fakta. Dengan memaparkan data, konten berita/tulisan berusaha menjelaskan fakta dan tidak terjebak pada keriuhan pernyataan.
“Konten yang kredibel berdasarkan pada data dan fakta diperlukan untuk mengungkap kebenaran, melawan fitnah dan hoaks, memperkuat kredibilitas informasi, serta terhindar dari politisasi isu,” ungkap mantan jurnalis Tempo ini.
Sementara itu, Andhina Dwifatma menegaskan, jurnalisme data adalah kemampuan story telling dari tersedianya data yang cukup banyak. Hal serupa disampaikan Craig Butt yang menggarisbawahi berkembangnya jurnalisme data akhir-akhir ini.
“Jurnalisme data penting untuk menangkal rumor dan sindiran-sindiran. Dengan menerapkan jurnalisme data, dapat tersampaikan gambaran besar dari sebuah cerita, kisah dalam konteks lokal, serta cerita-cerita humanis personal dalam waktu yang sama,” katanya. (*/B)
Komentar