JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) didorong untuk lebih aktif dalam mempercepat revisi Undang-Undang Penyiaran, terutama terkait pengawasan konten di platform digital yang hingga kini belum memiliki regulasi yang jelas.
Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, anggota Komisi I DPR RI, menekankan pentingnya KPI menginisiasi komunikasi intensif dengan Badan Legislasi (Baleg) dan alat kelengkapan dewan (AKD) lainnya untuk memastikan urgensi pengawasan tersebut masuk dalam pembahasan revisi undang-undang.
“Konten-konten di internet butuh pengawasan ketat, jangan sampai kontennya tanpa batasan. KPI sudah selayaknya memperjuangkan hal ini agar diatur dalam undang-undang,” tegas Frederik saat berkunjung ke kantor KPI Pusat usai menghadiri diskusi uji publik draf Peraturan KPI tentang evaluasi tahunan program penyiaran (7/11/2024)
Baca Juga :
Frederik juga mengunjungi tim monitoring KPI dan melihat langsung proses pemantauan konten siaran. Menurutnya, penyiaran harus mempertimbangkan nilai edukasi bagi publik, bukan hanya mengejar profit.
“Profit memang penting, tapi jangan sampai mengabaikan kepentingan publik,” tambah legislator Partai Demokrat ini.
Ia mengajak seluruh pelaku industri untuk bekerja sama menjaga ruang siar yang aman dan berkualitas bagi masyarakat.
Diskusi ini dipimpin oleh Ketua KPI Pusat Ubaidillah, didampingi Wakil Ketua Mohamad Reza dan dihadiri sejumlah pengurus KPI, serta perwakilan asosiasi penyiaran seperti ATVSI, ATNI, dan PRSSNI. Perwakilan KPI Daerah juga turut hadir, di antaranya Hisham Setiawan (KPID Riau) dan Immanuel Yosua Tjiptosoewarno (KPID Jawa Timur).
Wakil Ketua KPI, Mohamad Reza, menjelaskan bahwa pengawasan konten tetap menjadi kewenangan KPI meski terjadi perubahan regulasi di beberapa tahun terakhir. “Pengawasan isi siaran tetap ada di KPI, sementara aspek teknis seperti infrastruktur berada di bawah Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi),” ungkap Reza.
Evaluasi tahunan yang dilakukan KPI bertujuan untuk memantau program siaran dan memberikan rekomendasi pada lembaga penyiaran. Reza mencontohkan kasus di daerah-daerah, di mana sering kali masyarakat tidak menyadari adanya perubahan format program di televisi atau radio.
Di forum tersebut, asosiasi lembaga penyiaran juga memberikan masukan terkait tantangan industri, termasuk perizinan yang rumit dan belanja iklan yang masih terpengaruh dinamika politik. “Belanja iklan tahun ini terbantu dengan Pemilu, tapi tahun depan masih belum jelas dengan situasi ekonomi yang masih wait and see,” ujar Dedy Risnandi dari Kompas TV.
Lewat berbagai masukan ini, KPI berupaya menjaga iklim industri penyiaran tetap sehat dan berimbang antara kepentingan ekonomi serta tanggung jawab publik. (*)
Komentar