JAKARTA – Ikatan Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin (ISLA-Unhas) meminta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mengaktifkan kembali Dinas Kelautan Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan salah satu rekomendasi dalam pertemuan dengan Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo di Ruang Pimpinan DPR RI, Kamis (8/2/2018).
Ketua ISLA Unhas, Darwis Ismail menyampaikan, Dinas-Dinas Kelautan di tingkat kabupaten/kota sebagai perpanjangan tangan Pemerintah pusat dan provinsi merupakan salah satu solusi untuk menangani masalah kebijakan pembangunan kelautan nasional yang belum berdampak pada perbaikan kualitas hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau.
“Salah satu penyebab kebijakan kelautan nasional belum terealisasi dengan maksimal karena beberapa Pemerintah di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota yang belum menjalankannya,” jelas Darwis.
Baca Juga :
Selain itu, ISLA Unhas meminta DPR melalui mitra kerjanya untuk melakukan review kebijakan kelautan nasional yang melibatkan pemangku kepentingan yang kompeten.
Sementara Andi Jaya, delegasi ISLA Unhas lainnya, menjelaskan permasalahan lain yang menyebabkan kebijakan kelautan nasional belum berdampak yakni kelembagaan ekonomi kelautan masih lemah. Dimana banyak UMKM/koperasi nelayan tapi tak mempunyai kapasitas atau nirdaya, dan belum adanya sistem pembiayaan yang mendukung usaha nelayan.
Selanjutnya, kata dia, adanya tarik menarik kepentingan dalam berbagai regulasi pembangunan kelautan nasional. Untuk itulah, ISLA Unhas, tambahnya, merekomendasikan kepada DPR RI agar dapat mendorong koordinasi lembaga lintas sektoral serta meningkatkan layanan penguatan kapasitas masyarakat pesisir melalui program pendampingan sarjana kelautan.
Sementara, Bambang Soesatyo, menyampaikan bahwa filosofi pembangunan Pemerintahan Joko Widodo memang mengedepankan potensi sumber daya kelautan yang ada, meski yang dikerjakan sebagian masih jauh dari harapan. Hal itu terutama masih adanya tumpang tindih peraturan, terkait tata ruang hingga masih adanya konflik antar nelayan.
“Kita sedang mengadakan legislative review untuk melihat Udang-undang yang masih bertabrakan atau tumpang tindih seperti UU 23 tahun 2014, UU 26 dan 27 tahun 2007 terkait tata ruang,” jelas Bambang. (*)
Komentar