Logo Lintasterkini

MUI Haramkan Kripto sebagai Mata Uang dan Tidak Sah Diperdagangkan

Maulana Karim
Maulana Karim

Jumat, 12 November 2021 21:56

Ilustrasi. (istockphoto)
Ilustrasi. (istockphoto)

JAKARTA– Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan haram penggunaan cryptocurrency atau uang kripto sebagai mata uang.

Keputusan MUI haramkan uang kripto sebagai mata uang diambil dalam Forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Kamis (11/11/2021) kemarin.

Fatwa ini pun sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia (BI) yang melarang seluruh lembaga keuangan untuk menggunakan uang kripto.

Di situs resmi Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa kripto adalah aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran.

Kripto atau cryptocurrency menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol penciptaan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset.

Mata uang kripto sebenarnya banyak jenisnya, namun yang paling terkenal adalah bitcoin. Namun selain bitcoin, masih ada ribuan mata uang kripto, di antaranya ada ethereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin.

Dilansir dari Detik.com, Jumat (12/11/2021), MUI menyelenggarakan Forum Ijtima Ulama pada Senin (9/11/2021) lalu. Dalam forum tersebut, Ijtima Ulama mendiskusikan beberapa hal, salah satunya terkait cryptocurrency.

MUI resmi mengharamkan penggunaan kripto sebagai mata uang. Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh juga mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang mengharamkan kripto sebagai mata uang.

“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram,” ujar Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (11/11).

Salah satu alasannya adalah kripto tidak memenuhi syarat syar’i dalam penggunaan mata uang. Syarat syar’i dalam penggunaan mata uang antara lain ada wujud fisik dan memiliki nilai, selain itu mata uang harus diketahui jumlah secara pasti, memiliki hak milik, dan bisa diserahkan kepada pembeli.

Niam pun menyampaikan beberapa alasan kripto itu haram. Ini dikarenakan kripto mengandung gharar, dharar, juga bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015.

“Cryptocurrency sebagai komoditas atau aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar, dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i,” ungkapnya.

Selain soal kripto, ada kesepakatan lainnya di Ijtima Ulama MUI. Salah satunya soal pinjaman online. Niam menambahkan bahwa pinjaman online yang mengandung riba hukumnya haram. Hal yang sama juga berlaku pada pinjaman offline.

“Layanan pinjaman, baik offline maupun online, yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan,” ujar Niam.

Niam pun memberikan imbauan kepada umat. Dia meminta agar umat Islam memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

“Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah,” katanya.

Penulis : Mul

 Komentar

 Terbaru

News09 Juli 2025 13:49
Ketua Komisi D DPRD Makassar Tegaskan Pengawasan Ketat SPMB 2025 Demi Transparansi dan Keadilan
MAKASSAR — Ketua Komisi D DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, menegaskan komitmennya dalam mengawal pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) ta...
News09 Juli 2025 12:51
Polda Sulsel Gelar Operasi Patuh 2025, Fokus Edukasi dan Tindak Pelanggaran Lalu Lintas Serius
MAKASSAR – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan menyatakan kesiapan penuh dalam melaksanakan Operasi Mandiri Kewilayahan Patuh 2025 yang akan ...
News09 Juli 2025 07:47
Perumda Parkir Makassar Lakukan Sidak Parkiran Mal Ratu Indah yang Berdiri di Atas Saluran Drainase
MAKASSAR — Perumda Parkir Makassar melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap area parkir Mal Ratu Indah (MARI) yang diketahui berdiri di atas sal...
News08 Juli 2025 22:51
Wabup Sudirman Bungi Lakukan Dialog Dengan Pengurus PWI Pinrang
PINRANG — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pinrang berkesempatan melakukan dialog bersama Wakil Bupati (Wabup) Pinrang, Sudirman Bun...